Pagi ini saya terlibat diskusi hangat dengan salah seorang admin di WA group Bahtsul Masail NU yang saya ikuti. Diskusi berkisar tentang ilmu farai`dh (fiqih mawarist), salah satu disiplin keilmuan dalam bidang fiqh yang sudah banyak ditinggalkan dan kurnag diminati.
Diskusi ini berawal saat salah seorang member betanya tentang bagian yang diterima oleh para ahli waris, jika ahli waris yang ada hanya Ayah (أب) dan seorang anak perempuan (بنت). Admin ini, yang saya perhatikan memang cukup aktif memberikan jawaban terhadap beberapa pertanyaan yang masuk, dengan cepat memberikan jawaban:
Bagian Ayah : 1/6
Bagian anak pr: ½
Asal masalah dari pembagian tersebut adalah 6. Hasilnya; 6: 1/6 = 1, dan 6 : ½ = 3. Masih ada sisa 2 dari asal masalah. Oleh sebab itu, terjadilah radd (pengembalian sisa harta warisan). Ringkasnya, asal masalah berganti menjadi 4, total dari siham (bagian) ayah dan anak di atas.
Sehingga jika harta warisan yang akan dibagi sebanyak 10.000.000, maka bagian rincinya adalah: Ayah memperoleh Rp. 2.500.000 (10.000.000 : 4 x 1), sementara bagian anak perempuan Rp. 7.500.000 (10.000.000 : 4 x 3).
Hasil perhitungan ini ia dapatkan berdasarkan fitur kalkulator waris yang ada di aplikasi NU online, dan ia bersikukuh bahwa hasil pembagian ini pasti benar dan sesuai dengan pembagian waris dalam madzhab Syafi`iy.
Saat membaca penjelasan ini, saya komentari bahwa jika mengacu pada pemahaman fiqih klasik dalam Madzhab Syafi`iyah, terdapat kesalahan pembagian pada bagian Ayah. Dalam ilmu Faroidh madzhab Syafi`iy, terdapat tiga jenis bagian ayah, yaitu:
1. Bagian pasti (1/6) ; jika bersamaan dengan far`ul mayyit laki-laki (anak lk/ cucu lk dari anak lk, dst).
2. Ashobah (jika tidak bersamaan dengan far`ul mayyit (anak lk/ cucu lk dari anak lk, dst).
3. Bagian pasti (1/6) plus ashobah ; jika bersamaan dengan far`ul mayyit perempuan (anak pr/cucu pr dari anak lk, dst).
Tak lupa saya sertakan sumber rujukan untuk meyakinkannya dan pembaca yang lain. (sumber rujukan saya kutipkan di bagian akhir)
Sehingga, dengan mengacu pada penjelasan dalam kitab-kitab fiqih tersebut, maka tidak ada radd (pengembalian sisa harta warisan) dalam kasus tersebut, sebab sisa dari asal masalah dikembalikan pada ayah yang memperoleh bagian pasti (1/6) sekaligus sebagai ashobah.
Berdasarkan kitab fiqh yang ada, maka hasilnya adalah:
Bagian Ayah : 1/6 dan ashobah
Bagian anak pr: ½
Asal masalah dari pembagian tersebut adalah 6. Hasilnya; 6: 1/6 = 1, dan 6 : ½ = 3. Masih ada sisa 2 dari asal masalah, dan langsung diberikan kepada ayah sebagai ashobah, sehingga siham nya adalah 3 (1+2 dari sisa).
Maka, jika harta warisan yang akan dibagi sebanyak 10.000.000, maka bagian rincinya adalah: Ayah memperoleh Rp. 5000.000 (10.000.000 : 6 x 3), sementara bagian anak perempuan Rp. 5000.000 (10.000.000 : 6 x 3).
Sebelum akhirnya dia menerima penjelasan saya dan mencabut jawabannya, dia sempat bertanya: lha, kok bisa beda hasilnya dengan kalkulator waris di NU online mas yai ? apa ia kalkulator itu salah ?
Karena si admin ini rupanya perempuan, maka dengan kalem saya jelaskan; “kemungkinan besar fitur kalkulator Waris NU online itu dikembangkan dengan mengacu pada KHI (Kompilasi Hukum Islam) bukan Fiqih klasik dalam Madzhab Syafi`iyah”.
Pada KHI, tepatnya pasa 177 dan pasal 178 ayat (1) dan ayat (2) memang pembagian ayah sedikit berbeda dengan apa yang dijelaskan dalam kitab-kitab fiqh, yaitu 1/3 jika tidak ada anak dan 1/6 bila bersamaan dengan anak.
Di bagian akhir saya katakana; “Beda rujukan, maka beda pula yang dihasilkan”, maka pandai-pandailah memilih rujukan, jangan sampai merujuk pada mantan orang”….
Daftar rujukan:
إعانة الطالبين - (ج 3 / ص 275)
وقد يرث الاب بهما معا فيما إذا كان للميت بنت أو بنت ابن فيأخذ السدس فرضا والباقي بعد فرضيهما تعصيبا،
كتاب الفقه المنهجي على مذهب الإمام الشافعي (ج 5، ص 102-103)
حالات الأب في الميراث:]
ذكرنا الأب في الميراث بين أصحاب الفروض، كما ذكرناه أيضاً بين العصبات، لذلك كان له حالات في الميراث نذكرها فيما يلي:
الحالة الأولى: الإرث بالفرض وحده: وهذا إذا كان للميت فرع وارث من الذكور، كالابن، أو ابن الابن.
الحالة الثانية: الإرث بالتعصيب وحده: وذلك إذا لم يكن للميت فرع وارث أبداً، ذكراً كان، أو أنثى، كابن أو بنت، أو ابن ابن، أو بنت ابن.
ودليل الحالة الأولى قول الله تعالى: {وَلأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُ وَلَدٌ} [النساء: ١١].
ودليل الحالة الثانية قول الله عز وجل: {فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلأُمِّهِ الثُّلُثُ} [النساء: ١١]. أي ولأبيه الباقي، لأن القرآن لما سكت عن نصيب الأب، تبين أنه يأخذ ما بقي بعد نصيب الأم، وذلك بالتعصيب.
الحالة الثالثة: الجمع بين الفرض والتعصيب:
وذلك إذا كان معه من ولد الميت أنثى وارثة، كبنت الميت، أو بنت ابنه، واحدة كانت، أو أكثر. فإنه يأخذ السدس بالفرض أولا، ثم يأخذ الباقي بالتعصيب، إن بقي بعد الفروض شئ.
ودليل ذلك قول النبي - صلى الله عليه وسلم -: " ألحقوا الفرائض بأهلها، فما بقي، فهو لأولى رجل ذكر ". رواه البخاري (٦٣٥١) في (الفرائض)، باب (ميراث الولد مع أبيه وأمه)، ومسلم (١٦١٥) في (الفرائض)، باب (ألحقوا الفرائض بأهلها).