Notification

×

Iklan

Iklan

Wushul Kepada Allah melalui Kajian I`rab

Jumat, 12 Januari 2024 | 11.14 WIB Last Updated 2024-01-12T04:14:33Z

 

Dalam terminologi sufistik, wushul kepada Allah swt. merupakan kondisi dimana seorang hamba merasakan kedekatan yang begitu kuat kepada Allah swt. Ia merasakan kehadiran Tuhan dalam dirinya dan ia “sampai” kepada-Nya, seakan tiada lagi sekat-sekat antara hamba dengan sang Khaliq. Wushul sebagai wilayah rasa (dzauq) adalah sebuah capaian rohani pasca melewati serangkaian proses, rintangan dan hambatan-hambatan spiritual. 

Ibnu Athaillah As-Sakandary (w. 709 H/1309 M) dalam Al-Hikam memberikan batasan tentang wushul, beliau menyatakan dalam hikmah ke 215:

 وُصُولُكَ إِلَى اللهِ وُصُولُكَ إِلَى الْعِلْمِ بِهِ ، وَإِلاَّ فَجَلَّ رَبُّنَا أَنْ يَتَّصِلَ بِهِ شَىْءٌ ، أَوْ يَتَّصِلَ هُوَ بِشَىْءٍ

“Sampaimu pada Allah swt. adalah sampaimu pada ilmu tentang-Nya. Jika tidak demikian, maha suci Dia dari penyatuan sesuatu pada-Nya atau penyatuan-Nya pada sesuatu”.

Wushul ilallah, dalam praktiknya, bukan suatu hal yang diperoleh secara instan, melainkan harus melalui serangkaian mujâhadah dan riyâdhah; usaha aktif dan terus menerus tanpa henti dalam perjalanan menuju Tuhan.

Banyak ulama-ulama sufi terkemuka yang memberikan panduan agar setiap kita berpotensi wushul kepada Allah sesuai dengan kehendaknya. Akan tetapi, jarang diketahui, ternyata maqam wushul ini dapat dicapai melalui kajian I`rab dalam bahasa Arab, sebuah kajian kebahasaan dalam bahasa Arab yang sangat akrab bagi kalangan pesantren di Indonesia.

Secara sederhana i`rab dipahami sebagai perubahan bunyi (lazimnya bunyi vokal) pada setiap akhir kata yang diakibatkan perubahan posisi atau fungsi kata tersebut dalam sebuah klausa. Terdapat empat tanda i`rab dalam bahasa Arab, yakni Dhammah (vokal U), Fathah (vokal A), Kasrah (vokal I) dan sukun (huruf mati). 

Rumus Wushul dari Syaikh Farid Al-Baji dan Syaikh Abdul Hadi Al-Kharsa

Kembali pada persoalan wushul, teori-teori tentang i`rab yang lazimnya dipakai sebagai salah satu pisau analisis kebahasaan dalam bahasa Arab, realitanya dapat dijadikan sebagai jembatan sufistik agar bisa sampai (wushul) kepada Alllah. Hal ini setidaknya tergambar dalam pengalaman spiritual Syaikh Farid Al-Baji, dari Tunisia bersama gurunya, Syaikh Abdul Hadi Al-Kharsa. 

Dikisahkan bahwa pada saat Syaikh Farid Al-Baji nyantri di Pesantren Al-Fath al-Islamy di Damaskus Syiria, ia bermimpi bertemu gurunya Syaikh Abdul Hadi Kharsa. Dalam mimpi itu, ia bertanya kepadanya tentang bagaimana cara agar bisa wushul kepada Allah SWT. ?.

Syaikh Abdul Hadi menjawab, “Agar bisa wushul kepada Allah itu dapat dilakukan sesuai dengan harkat i`rab.”

Ketika Syaikh Farid bangun dari tidurnya, ia bergegas pergi menemui Syaikh Abdul Hadi dan menceritakan perihal mimpinya. Syaikh Abdul Hadi kemudian memberikan penjelasan

“Harkat yang paling kuat dihadapan Allah swt. adalah "kasrah". Kasrah berarti rendah, merasa hina, dan tawadhu` di hadapan Allah. Kemudian, datanglah "dhamah" yang berarti “berkumpul”; berkumpul bersama orang-orang saleh. Jika hal ini engkau lakukan, maka Allah swt. akan menganugerahkan "fathah" atau kemenangan dan keterbukaan (futûh) dari Allah. Tahap terakhir maka datanglah "sukun" yang berarti mematikan eksistensi diri di hadapan Allah, penyerahan diri secara totalitas hanya kepada Allah swt. Dengan demikian engkau akan sampai kepada Allah swt. 

Oleh karena itu, datanglah kepada Allah dengan hati yang penuh tawadhu`, dan merendahkan diri (kasrah), maka Dia akan menyatukanmu (dhammah) dengan orang-orang saleh, memberikan keterbukaan dan kemenangan (fathah) dari-Nya, hingga akhirnya Allah akan menyucikan dan memberikan ketenangan (sukun) pada hatimu.

×
Berita Terbaru Update