Quick count atau metode hitung cepat merupakan produk saintis modern yang didasarkan pada langkah-langkah ilmiah, seperti penentuan populasi target, pengambilan sampel acak, perhitungan cepat, dan pengumuman hasil. Metode ini terbilang cukup efektif dan akurasinya sangat tinggi selama metode ini digunakan.
Secara umum, hampir semua kalangan menerima hasil dari proses hitung cepat yang memang dilakukan dengan standar ilmiah. Namun demikian, sejak metode ini mulai diperkenalkan dan digunakan di Indonesia pada pemilu 2004 hingga saat ini, masih saja ada kalangan yang mempersepsikannya sebagai produk yang masih disangsikan akurasinya dan mencari alibi untuk "seakan" menafikan hasilnya. Lazimnya, narasi semacam ini dikembangkan oleh pihak-pihak yang kalah dalam versi hitung cepat.
Kali ini ada narasi yang cukup menarik bagi saya yang disampaikan oleh pihak yang "sementara" dinyatakan kalah versi hitung cepat: Jangan melaksanakan salat Isya di waktu zuhur, maksud mereka jangan euforia dulu dengan kemenangan yang masih belum final.
Untuk itu, saya tertarik untuk menelusuri dan melakukan kilas balik penggunaan metode quick count dalam pemilu di Indonesia serta akurasi data yang dihasilkannya.
Quick Count vs KPU pada Pilpres di Indonesia
Sejauh ini, hasil quick count dalam pemilihan umum, khususnya pada pilpres di Indonesia cenderung akurat dan tidak meleset secara signifikan dari hasil resmi yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Mulai dari pemilu 2004, hasil quick count menunjukkan bahwa pasangan SBY-JK memenangi pilpres dengan 62,20%, ternyata hasil resmi KPU tidak jauh berbeda dengan quick count tersebut.
Begitu pula pada pilpres 2009, SBY yang kala itu berpasangan dengan Boediono, versi hitung cepat memperoleh raihan suara kisaran 60.85%, dan tidak ada perbedaan jauh dengan hasil resmi yang dirilis KPU.
Pilpres 2014, hasil quick count juga relatif akurat. Selisih antara hasil quick count dari berbagai lembaga survei dan hasil resmi KPU hanya berkisar antara 0,04% hingga 2,55%.
Begitu juga pada pilpres 2019, hasil quick count juga mendekati hasil resmi KPU. Selisihnya hanya kisaran sekitar 0,04% hingga 2,55%.
Untuk pilpres 2024 kali ini, hasil quick count menunjukkan paslon 02 mendominasi dengan perolehan kisaran 57-59 %, sekalipun data belum masuk 100%.
Apakah kali ini hasil quick count akan kembali menunjukkan akurasinya, atau mungkin akan terjadi pergeseran yang signifikan dengan hasil resmi versi KPU ? Kita tunggu saja hasilnya. Sekalipun, secara pribadi saya meyakini tidak akan ada pergeseran hasil yang signifikan.
Namun, sejauh ini pula, terlepas dari siapa pun pemenangnya, setiap pihak yang tidak diunggulkan dari hasil hitung cepat ini akan selalu menarasikan bahwa quick count belum final, sangat besar kemungkinan terjadinya kesalahan pengambilan sampel, sehingga masih perlu menunggu rilis resmi dari real count versi KPU.
Narasi semacam ini selalu berulang dan lazim didapati dihampir setiap pemilu. Saya kira, narasi ini sangat wajar dan sekilas dapat dibenarkan, sekalipun saya yakin bahwa di hati kecil mereka juga mengakui kebenaran hasil versi quick count yang akurasinya sudah berkali-kali terbukti.
Malang, 16 Februari 2024.
*Oleh: Buhori, mahasiswa doktoral Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
*Tulisan opini sepenuhnya tanggung jawab penulis, tidak menjadi tanggung jawab redaksi soeara.com
*Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah bahasa dan filosofi soeara.com