Sumber foto (Jawapos.com) |
M. Qodari, menyebut bahwa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak mungkin bisa bersatu sebagai kekuatan oposisi. Hal tersebut disampaikan dalam sebuah bincang hangat bersama Zulfan Lindan di podcast Unpacking Indonesia.
Qodari, yang sangat dikenal karena pengalamannya dalam dunia politik dan analisisnya yang tajam, menyoroti perbedaan ideologi dan agenda antara kedua partai tersebut sebagai alasan utama ketidakmungkinan kerjasama. Meskipun PDIP dan PKS sama-sama menjadi opsi oposisi terhadap pemerintah yang berkuasa, Qodari menegaskan bahwa perbedaan dalam hal pandangan politik dan ideologi menjadi hambatan yang sulit untuk disatukan.
"Dalam ekspektrum politik Indonesia kalau disederhanakan ujung kanan itu adalah islam, kiri itu adalah nasionalis. Maka PKS dan PDI ini adalah ujungnya ujung. Satu kiri jauh satu kanan jauh. Jadi ujung ke ujung itu memang paling susah ketemu karena jarak psikologisnya jauh banget," ujar Qodari.
Pendiri lembaga survei Indo Barometer ini juga menyebut PKS lebih cocok ikut bergabung dalam pemerintahan Prabowo ketimbang berkawan dengan PDIP sebagai oposisi. "Jadi memang buat PKS pun kalau dia mau oposisi ketika teman oposisinya PDI Perjuangan, dia juga enggak terlalu nyaman-nyaman banget. Mungkin dia akan lebih merasa feel at home kalau gabung dengan pemerintahan," tambahnya.
Zulfan Lindan juga menyampaikan dalam pemilu yang akan datang jika PDIP tidak bergabung dengan pemerintahan yang sekarang dia akan kesulitan untuk mempertahankan posisinya sebagai partai pemenang. Karena menurutnya jika petahana maju lagi untuk dua periode kemungkinan besar akan terpilih lagi.
"Di Indonesia inikan incumbent kecuali Ibu Mega, iyakan, yang kalah. Incumbentkan Pak Jokowi, SBY kan terpilih semu dalam pemilu, dua kali sumua. Nah, Prabowo kecenderungannya kalau dia maju lagi 2029 akan tepilih," ucapnya.
Qodari menambahkan, sebenarnya terpilih atau tidaknya seorang petahana tergantung kinerjanya yang bagus. "Kalau menurut saya sebetulnya tergantung kinerja Prabowo. Memang nasib oposisi itu bang, dari pengalaman kita dan secara teoritik itu tergantung kinerja petahana, kalau petahananya bagus dia cenderungnya menurun," imbuhnya.