Notification

×

Iklan

Iklan

Patungan Qurban dan Hukum Mengkonsumsi Daging Qurban Sendiri (Bag. 1)

Rabu, 19 Juni 2024 | 18.18 WIB Last Updated 2024-06-19T11:40:22Z

Foto: jatim.nu.or.id
Beberapa tahun belakangan ini, jamaah masjid di sekitar tempat tinggal saya berinisiatif melakukan patungan qurban. Patungan dilakukan dengan cara setiap 7 orang bersepakat membeli 1 ekor sapi, dan jika peserta sampai 14 orang, maka akan dibelikan 2 ekor sapi. Ketentuan ini juga berlaku untuk kelipatannya. Kemudian sapi tersebut diqurbankan sesuai dengan jumlah peserta, berdasarkan ketentuan dalam madzhab syafi`i; 1 ekor sapi tidak melebihi 7 orang. 

Kesepakatan ini dilakukan mengingat keinginan mereka yang begitu kuat untuk melakukan ibadah qurban, meskipun kondisi ekonomi yang pas-pasan. Patungan qurban dianggap sebagai salah satu solusi yang sangat tepat, baik dari aspek finansial maupun dari keabsahannya dalam hukum Islam. Langkah luar biasa ini saya anggap sebagai sebuah loncatan perilaku keberagaamaan, dari pihak yang pasif sebagai penerima jatah pembagian daging qurban menjadi “distributor” qurban, dari “tangan di bawah” sebagai penerima, menjadi “tangan di atas” sebagai pemberi. Praktik keagamaan yang menjadi bentuk pengamalan hadis nabi Muhammad saw. 

الْيَد الْعُلْيَا خَيْر مِنْ الْيَد السُّفْلَى وَالْيَد الْعُلْيَا الْمُنْفِقَة وَالسُّفْلَى السَّائِلَة  

“Tangan di atas lebih baik dari tangan yang di bawah; Tangan yang di atas adalah pemberi sementara tangan yang di bawah (simbol) dari penerima”

Seperti lazimnya dalam ketentuan qurban sunnah, setiap peserta qurban masing-masing diperbolehkan mengambil bagian, maksimal 1/3 dari daging qurbannya. Biasanya daging yang diterimanya itu ada yang diberikan kepada sanak famili, dan sebagian ia konsumsi sendiri. 

Belakangan, muncul sedikit persoalan. Ada sebagian tokoh agama yang menyatakan; “haram bagi orang yang berqurban mengambil bagian dan mengkonsumsi daging hewan yang ia qurbankan”. Tak ayal, “fatwa nyeleneh” tidak berdasar ini menimbulkan sedikit gejolak di tengah masyarakat, bahkan dikhawatirkan ada stigma negatif terhadap peserta patungan qurban yang dianggap kurang ikhlas, disebabkan mereka masih mengambil sedikit jatah dari daging qurban.

Untuk itu, tulisan ini akan mencoba memberikan ulasan yang rinci mengenai keabsahan patungan qurban, apakah praktik ini termasuk qurban nadzar atau sunnah ? dan ketentuan boleh-tidaknya memakan sebagian daging qurban bagi yang berqurban sunah. Semoga dengan adanya tulisan ini dapat menghilangkan “kesyubhatan” yang menggelayut di sebagian masyarakat, imbas dari adanya kesalahpahaman dan pemahaman yang salah dari sebagian kalangan yang menamakan dirinya sebagai tokoh agama.


Hukum Patungan Qurban

Patungan qurban yang dimaksudkan di sini adalah kesepakatan sejumlah 7 orang untuk bersama-sama membeli 1 ekor sapi sebagai qurban. Jumlah ini dapat juga berlaku kelipatan, seperti 14 orang untuk 2 ekor sapi dan seterusnya.

Dalam Islam, praktik patungan semacam ini diperbolehkan. Dalil bolehnya ibadah qurban secara patungan ini dapat ditelusuri dalam beberapa hadis nabi SAW. Di antaranya hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut:

صحيح مسلم - (ج 8 / ص 340)

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا هُشَيْمٌ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كُنَّا نَتَمَتَّعُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِالْعُمْرَةِ فَنَذْبَحُ الْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ نَشْتَرِكُ فِيهَا

Menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya, menceritakan kepada kami Husyaim dari Abdul Malik dari Atho` dari Jabir bin Abdullah, ia berkata: Kami pernah melakukan haji tamattu’ (mendahulukan umrah daripada haji) bersama Rasulullah SAW, lalu kami menyembelih seekor sapi untuk tujuh orang dari patungan kami (HR. Muslim)

Dalam hadis lain juga dijelaskan:

كنا مع رسول الله صلى الله عليه و سلم في سفر فحضر النحر فاشتركنا في البقرة سبعة

Kami pernah bepergian bersama Rasulullah SAW, di tengah perjalanan hari raya Idul Adha (yaumul nahr) tiba. Akhirnya kami patungan menyembelih seekor sapi (buat ibadah qurban) untuk 7 orang  

Hadis ini danyak dimuat di beberapa kitab hadis, seperti Sohih Ibnu Khuzaimah (4/291), Sunan al-Kubra (3/59), Sohih Ibnu Hibban (17/18), dll.

Al-hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bâriy juga menjelaskan:

فتح الباري لابن حجر - (ج 5 / ص 367)

خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُهِلِّينَ بِالْحَجِّ فَأَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَشْتَرِكَ فِي الْإِبِلِ وَالْبَقَرِ : كُلُّ سَبْعَة مِنَّا فِي بَدَنَةِ

Kami keluar bersama Rasulullah SAW untuk berihram haji, kemudian Rasulullah saw. memerintahkan kami untuk melakukan perkongsian satu ekor unta atau sapi bagi tujuh orang

Berdasarkan dalil-dalil normatif tersebut, para ulama fiqih kemudian merumuskan dibolehkannya melakukan perkongsian atau patungan (isytirâk) dalam melakukan ibadah qurban. Penjelasan ini seperti yang disampaikan Imam Nawawi (w.676 H) dalam kitab al-Majmu`:

المجموع - (ج 8 / ص 398)

(فرع) يجوز أن يشترك سبعة في بدنة أو بقرة للتضحية سواء كانوا كلهم أهل بيت واحد أو متفرقين ... إلى أن قال... وسواء كان أضحية منذورة أو تطوعا هذا مذهبنا

Boleh 7 orang melakukan patungan/perkongsian seekor unta atau seekor sapi untuk diqurbankan, baik mereka satu keluarga atau bukan … baik qurban nadzar atau qurban sunnah. Inilah pendapat dalam madzhab kami (madzhab Syafi`i)

Sayyid Abu Bakar Syatha (w.1310 H) juga memberikan penjelasan yang serupa. Dalam kitab I`anatut Thalibin juz 2/377 beliau menjelaskan: 

إعانة الطالبين - (ج 2 / ص 377)

لو اجتمع سبعة أشخاص أو سبعة بيوت وأخرجوا بدنة، أو بقرة: أجزأ ... إلى أن قال ... ولو اشترك أكثر من سبعة في بدنة لم تجزئ عن واحد منهم

Jika ada 7 orang atau 7 rumah berkumpul dan mereka mengeluarkan (menyembelih) satu ekor unta atau sapi maka dianggap cukup (sebagai qurban), … namun jika lebih dari 7 orang untuk seekor unta atau sapi, maka tidak cukup dari salah seorang dari mereka.

Bahkan, seandainya dari tujuh orang itu memiliki niat yang berbeda, misalnya sebagian berniat qurban dan sebagian lagi ada yang meniatkannya sebagai aqiqah, hal semacam ini juga dianggap sah. Seperti yang dijelaskan dalam kitab Hâsiyah Qalyûbi dan kitab al-Bâjûri berikut:

- Hâsiyah Qalyûbi (4/257) :

 وَتَجُوزُ مُشَارَكَةُ جَمَاعَةٍ سَبْعَةٍ فَأَقَلَّ فِي بَدَنَةٍ أَوْ بَقَرَةٍ سَوَاءٌ كَانَ كُلُّهُمْ عَنْ عَقِيقَةٍ أَوْ بَعْضُهُمْ عَنْ أُضْحِيَّة

-Kitab al-Bâjûri (2/297)

وتجزئ بدنة عن سبعة اشتركوا فى التضحية بها (وقوله اشتركوا فى التضحية بها) اي بالبدنة ومثلها الهدي والعقيقة وغيرهما . فالتقييد بالتضحية لخصوص المقام سواء اتفقوا فى نوع القربة ام اختلفوا فيه كما اذا قصد بعضهم التضحية وبعضهم الهدية وبعضهم العقيقة

Kebolehan ini tidak hanya menurut madzhab Syafi`i saja. Ibnu Qudamah al-Maqdisiy, ulama besar dalam bidang fiqih madzhab Hanbali juga menjelaskan hal serupa. Dalam kitab al-Kâfi beliau menegaskan:

الكافي في فقه ابن حنبل - (ج 1 / ص 542)

وتجزئ البدنة عن سبعة وكذلك البقرة لقول جابر : كما نتمتع مع رسول الله صلى الله عليه و سلم نذبح البقرة عن سبعة نشترك فيها رواه مسلم ويجوز أن يشتركوا فيها سواء أراد جميعهم القربة أو بعضهم القربة والباقون اللحم

Satu ekor unta atau sapi mencukupi untuk 7 orang, berdasarkan hadis nabi dari sahabat Jâbir: Kami pernah melakukan haji tamattu’ bersama Rasulullah SAW, lalu kami menyembelih seekor sapi untuk tujuh orang hasil dari patungan kami (HR. Muslim). Boleh juga orang-orang melakukan perkongsian (patungan untuk seekor sapi), baik masing-masing berniat untuk ibadah, atau sebagiannya ada yang hanya ingin dagingnya saja. 

Berdasarkan dari beberapa hadis dan pandangan para ulama di atas, dapat disimpulkan bahwa patungan qurban dengan ketentuan jumlah peserta tidak melebihi 7 orang untuk satu ekor sapi atau unta, diperbolehkan dan sah menurut syari`at Islam.


Apakah Hasil Iuran Qurban menjadi Qurban Nazar atau Qurban Sunah?

Pertanyaan berikutnya, apakah praktik iuran atau patungan qurban ini menjadikan ibadah qurbannya sebagai qurban nadzar yang artinya menjadi ibadah wajib atau tetap sebagai qurban sunnah ?.

Dalam hukum Islam, nadzar dapat terlaksana jika terpenuhi 3 rukun, yaitu adanya orang yang bernadzar (nâdzir), sesuatu yang dinadzari (mandzûr) dan adanya shighat (ungkapan atau pernyataan). Imam Nawawi menjelaskan dalam kitab Raudhah:

روضة الطالبين وعمدة المفتين - (ج 1 / ص 385)

فلا يصح النذر إلا باللفظ وفي قول قديم تصير الشاة ونحوها هديا وأضحية بالنية وحدها أو بها   

Nadzar tidak sah, kecuali dengan adanya ungkapan (lafadzh) nadzar. Dalam qaul qadîm; sekor kambing atau lainnya dapat menjadi persembahan (hadyu) atau qurban (nadzar) hanya dengan niat atau juga dibarengi adanya pernyataan (nadzar).

Mengacu pada pandangan di atas, status qurban dapat berubah menjadi qurban nadzar (wajib) apabila ada niat atau ada penegasan dari yang berqurban bahwa sembelihannya itu adalah qurban nadzar. Jika tidak ada niat nadzar, atau tidak ada perkataan nadzar dan ta`yin, maka qurbannya tetap menjadi qurban sunnah.

Dalam konteks qurban, ucapan yang mengarah pada nadzar qurban misalnya; “demi Allah saya akan berqurban”, atau “demi Allah, hewan ini akan saya qurbankan”. Seperti penjelasan dalam kitab Hâsiyah Qalyûbi berikut:

حاشيتا قليوبي - وعميرة - (ج 16 / ص 115)

قَوْلُهُ : ( أُضْحِيَّةً ) بِأَنْ قَالَ : لِلَّهِ عَلَيَّ أَنْ أُضَحِّيَ أَوْ أَنْ أُضَحِّيَ بِهَذِهِ ، وَيَنْصَرِفُ فِي الْأَوَّلِ لِمَا يُجْزِئُ أُضْحِيَّةٌ وَقْتَ ذَبْحِهِ ، وَفِي الثَّانِي لِمَا عَيَّنَهُ عَلَى مَا سَيَأْتِي

Qurban juga dapat menjadi qurban wajib/nadzar apabila ada ta`yin (penentuan) dari yang berqurban bahwa hewannya itu akan diqurbankan. Misalnya, setelah ia berhasil membeli seekor kambing ia berkata: “ini adalah qurbanku”, atau “kambing ini akan aku jadikan qurban”. Dalam kasus tersebut, maka secara otomatis, qurbannya akan menjadi qurban nadzar atau qurban wajib. Ketentuan tersebut seperti dijelaskan dalam kitab Fiqhul Ibadat berikut:

 فقه العبادات - شافعي - (ج 1 / ص 793)

واجبة : إذا نذرها أو عينها فقال مثلا : هذه أضحية أو جعلتها أضحية إذ تصبح التضحية بها واجبة يوم النحر

Syekh Muhammad Mahfudz bin Abdullah at-Termasiy menjelaskan bahwa ucapan semisal di atas dapat menjadikan qurban wajib karena ia termasuk nadzar dan telah melakukan ta`yîn (penentuan binatang untuk qurban). Lihat penjelasan berikut:

موهبة ذي الفضل مع هامشه للشيخ مخفوظ الترمسي – ( 4/678-680 ) ما نصه : 

( لا تجب ) الأضحية ( إلا بالنذر ) كللّه علي أو علي أن أضحي ( وبقوله هذه أضحية أو جعلتها أضحية ) لزوال ملكه عنها بذلك . ( قوله بذلك ) أي بالنذر وبالتعيين المذكورين كما لو نذر التصدق بمال بعينه خلافا لمن نزع فيه.

Akan tetapi, menurut Sayyid Umar al-Bashriy, jika perkataan di atas hanya dimaksudkan sebatas informasi (ikhbâr), bukan penegasan, maka tidak dianggap ta`yîn dan tidak menjadi nadzar, sehingga qurbannya tetap sebagai qurban sunnah. Lihat penjelasan berikut:

الياقوت النفيسة ص ٨٢٤

وقال السيد عمر البصري ينبغي ان يكون محله ما لم يقصد الإخبار، فإن قصده إي هذه الشاة التي أريد التضحية بها فلا تعيين. وقد وقع الجواب كذلك في نازلة وقعت في لهذا الحقير وهي أن شخصا اشترى شاة للتضحية فلقيه شخص أخر فقال ما هذه ؟ فقال اضحيتي

Dalam konteks patungan qurban, para peserta hanya mengumpulkan sejumlah uang yang disepakati untuk dibelikan seekor sapi yang dimaksudkan untuk disembelih sebagai qurban, sementara hewan yang mau diqurbankan belum ada. Sehingga dalam hal ini, hewan qurbannya belum ta`yîn atau ghairu mu`ayyan. Oleh sebab itu, praktik patungan qurban tidak menjadikannya otomatis sebagai qurban nadzar dan tetap sebagai qurban sunnah, selama peserta patungan tidak meniatkannya sebagai nadzar atau memberikan penagasan bahwa qurbannya adalah nadzar.

(Lihat bag.2)

https://www.opini.co/2024/06/patungan-qurban-dan-hukum-mengkonsumsi.html

×
Berita Terbaru Update