foto: jatim.nu.or.id |
Dalam al-Maushu`ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah (7/149) dijelaskan bahwa semua ulama ahli fiqih sepakat menganggap sunnah hukumnya bagi orang yang berqurban mengkonsumsi atau memakan sebagian kecil dari daging qurbannya. Dengan catatan, qurbannya bukan qurban wajib atau qurban nadzar.
يتّفق الفقهاء على أنّه يستحبّ للمضحّي أن يأكل من أضحيّته ، لقوله تعالى : { فإذا وجبت جنوبها فكلوا منها ... } وهذا وإن كان وارداً في الهدي إلاّ أنّ الهدي والأضحيّة من بابٍ واحدٍ . ولقول النّبيّ صلى الله عليه وسلم : « إذا ضحّى أحدكم فليأكل من أضحيّته ويطعم منها غيره (الموسوعة الفقهية الكويتية، جز 7/ص 149)
Kesunnah ini didasarkan pada firman Allah swt. dalam surat al-Hajj (22): 36
فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ (الحج: 36)
Artinya: "kemudian apabila telah rebah (mati), maka makanlah sebagiannya dan berilah makan pada orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan pada orang yang meminta-minta". (QS Al-Hajj: 36)
Kesunnahan mengkonsumsi sebagian daging qurban juga dijelaskan dalam hadis nabi Muhammad saw dari Abi Hurairah berikut:
- (إذا ضحى أحدكم فليأكل من أضحيته) فيض القدير - (ج 1 / ص 508)
“Apabila salah seorang dardi antara kalian berqurban, maka makanlah dari kurbannya”
Imam al-Munâwi mengatakan bahwa mengkonsumsi ini hukumnya sunnah muakkadah, dan yang lebih utama bagi mudohhi (orang yang berqurban) mengambil hati binatang qurbannya untuk dikonsumsi.
التيسير بشرح الجامع الصغير ـ للمناوى - (ج 1 / ص 224)
( إذا ضحى أحدكم فليأكل ) ندبا مؤكدا ( من أضحيته ) ومن كبدها أولى
Kecuali, jika qurbannya adalah qurban wajib, maka mudhohhi (orang yang berqurban) dan termasuk juga keluarganya (orang yang wajib ia nafkahi) dilarang memakan daging qurbannya, sekalipun sedikit. Bahkan apabila ia sempat mengkonsumsinya, maka ia harus menggantinya Hal ini seperti lazim ditemui dalam penjelasan kitab-kitab fiqih, seperti berikut:
- Mughni al-Muhtâj (18/136)
وَالْأُضْحِيَّةُ الْوَاجِبَةُ لَا يَجُوزُ لَهُ الْأَكْلُ مِنْهَا ، فَإِنْ أَكَلَ مِنْهَا شَيْئًا غَرِمَ بَدَلَهُ (مغني المحتاج إلى معرفة ألفاظ المنهاج - ج 18 / ص 136)
- Al-Bâjûri (2/301)
والهدي المنذور و دم الجبران كالأضحية المنذورة فلا يجوز له الأكل من ذلك. قوله ولا يأكل أى لا يجوز له ألأكل فإن أكل شيأ غرمه وقوله المضحي وكذا من تلزمه نفقته ... إلى أن قال ... فلا يجوز له الأكل من ذلك وكذلك العقيقة المنذورة. (الباجوري ج ٢ ص ٣٠١)
Batas Maksimal yang Boleh Dikonsumsi
Ulama fiqih selanjutnya memberikan batasan terkait batas maksimal daging qurban yang boleh dikonsumsi oleh orang yang berqurban (mudhohhi). Dalam madzhab syafi`i, ada dua pendapat terkait batasan maksimal kebolehkan mengkonsumsi daging qurban bagi yang berqurban.
Pendapat pertama: batas maksimalnya adalah 1/3 dari qurban. Misalnya, jika hewan yang diqurbankan berbobot 10 kg, maka ia diberi hak mengkonsumsi dan menyimpannya maksimal 3,3 kg, sementara 2/3 sisanya dapat disedekahkan atau dihadiahkan. Pendapat ini termasuk qaul jadid nya Imam Syafi`i dan madzhabnya Ibnu Mas`ud.
Pendapat kedua: batas maksimalnya adalah separuh dari qurban. Artinya, jika daging qurbannya mencapai 10 kg, maka boleh baginya mengkonsumsi sampai 5 kg. Pendapat ini merupakan qaul qadim nya Imam Syafi`i.
Penjelasan di atas seperti yang termaktub dalam uraian dua referensi berikut:
-al-Hâwiy al-Kabîr li al-Mawardi (4/467)
صْلٌ : فَإِذَا ثَبَتَ هَذَا فَفِي قَدْرِ مَا يُسْتَحَبُّ لَهُ أَنْ يَأْكُلَ وَيَتَصَدَّقَ من الهدي قَوْلَانِ : أَحَدُهُمَا : وَهُوَ قَوْلُهُ فِي الْقَدِيمِ : يَأْكُلُ ، وَيَدَّخِرُ الثُّلُثَ ، وَيُهْدِي الثُّلُثَ ، وَيَتَصَدَّقُ بِالثُّلُثِ ، وَهُوَ مَذْهَبُ ابْنِ مَسْعُودٍ ، وَقَدْ رُوِيَ ذَلِكَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ {صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ} . وَالْقَوْلُ الثَّانِي : إِنَّ الْمُسْتَحَبَّ أَنْ يَأْكُلَ النِّصْفَ ، وَيَتَصَدَّقَ بِالنِّصْفِ : لِقَوْلِهِ تَعَالَى : فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ [ الْحَجِّ : ] فَكَانَ ظَاهِرُهُ التَّسْوِيَةَ بَيْنَ الْأَمْرَيْنِ (الحاوى الكبير ـ الماوردى - (ج 4 / ص 467)
-al-Majmû` li an-Nawawi (8/413)
وفي القدر الذي يستحب أكله قولان قال في القديم يأكل النصف ويتصدق بالنصف لقوله عزوجل (فكلوا منها واطعموا البائس الفقير) فجعلها بين اثنين فدل على انها بينهما نصفين وقال في الجديد يأكل الثلث ويهدي الثلث ويتصدق بالثلث لقوله عزوجل (فكلوا منها واطعموا القانع والمعتر) (المجموع - (ج 8 / ص 413)
Dari dua pandangan di atas, pendapat yang paling kuat, seperti yang ditarjih oleh Imam Nawawi, adalah pendapat yang pertama, yaitu batas maksimalnya 1/3 dari qurban. Penjelasan tarjih ini seperti yang dijelaskan dalam kitab al-Bajûri berikut:
الباجوري ج ٢ ص ٣٠١
ويأكل من الأضحية المتطوع بها أى يسن له الاكل منها ثلتا على الجديد وأما الثلثان فقيل يتصدق بهما ورجحه النووي في تصحيح التنبيه وقيل يهدى ثلثا للمسلمين الأغنياء ويتصدق بثلث على الفقراء من لحمها
Orang yang berqurban tathawwu`, sunnah bagian memakan 1/3 dari qurbannya, menurut qaul jadid, sedangkan 2/3 nya disedekahkan, dan pandangan ini dikuatkan oleh Imam Nawawi, ada juga yang mengatakan; 1/3 sisanya dhadiahkan ke orang Islam yang kaya, dan 1/3 lainnya disedekahkan pada orang-orang faqir (al-Bajuri: 2/301).
Selain dua pendapat di atas, sebenarnya masih ada pendapat lain yang terbilang cukup “nyeleneh”. Menurut pandangan ini, pada qurban sunnah, kesunnahan bisa diperoleh dengan memberikan sedikit bagian pada satu orang miskin dan sisanya dimakan sendiri. Karena menurutnya, esensi qurban adalah mengalirkan darah hewan qurban dan wujud belas kasih terhadap orang miskin. Sehingga hal itu dapat diraih dengan memberikan bagian kecil pada orang miskin. Pendapat ini merupakan pandangan Abu al-Abbas bin Suraij, Abu Abbas bin al-Qâsh dan Isthahriy bin al-Wakîl.
Penjelasan ini dapat ditemukan pada kitab al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra (4/252):
وَالْقَصْدُ مِنْ التَّضْحِيَةِ إرَاقَةُ الدَّمِ مَعَ إرْفَاقِ الْمَسَاكِينِ بِأَدْنَى جُزْءٍ مِنْهَا غَيْرِ تَافِهٍ وَقَدْ حَصَلَ هَذَا الْمَقْصُودُ فَلَا وَجْهَ لِلضَّمَانِ عَلَى أَنَّ جَمَاعَةً مِنْ أَكَابِرِ أَصْحَابِنَا كَأَبِي الْعَبَّاسِ بْنِ سُرَيْجٍ وَأَبِي الْعَبَّاسِ بْنِ الْقَاصِّ وَالْإِصْطَخْرِيِّ وَابْنِ الْوَكِيلِ قَالُوا إنَّهُ يَجُوزُ لَهُ أَكْلُ الْجَمِيعِ وَلَا يَجِبُ عَلَيْهِ التَّصَدُّقُ بِشَيْءٍ مِنْهَا
Akan tetapi, menurut penulis, pendapat ini kurang elok untuk diikuti, dikarenakan esensi qurban untuk semangat berbagi tidak akan tercapai apabila hewan yang ia qurbankan dikonsumsi sendiri, tanpa mau dibagi kepada orang lain.
Namun demikian, hal yang perlu digarisbawahi dalam hal ini; para ulama juga memberikan penegasan, bahwa yang paling afdhol hendaknya orang yang berkurban tidak mengambil bagian terlalu banyak. Cukup baginya mengkonsumsi daging qurbannya sebanyak 1-3 suapan saja, tidak lebih. Seperti yang dijelaskan oleh Sayyid Abu Bakar Syatha dalam Kitab I`anah (2/379) berikut:
(قوله: وأن لا يأكل فوق ثلاث) أي والافضل أن لا يأكل فوق ثلاث لقم (إعانة الطالبين - (ج 2 / ص 379)
Imam Nawawi juga menjelaskan dalam kitab Raudhah (1/361) bahwa yang paling baik dan utama, orang yang berqurban tidak mengambil bagian terlalu banyak. Untuk memperoleh kesunnahan, ia cukup mengkonsumsi sebanyak satu atau beberapa suapan saja.
الأفضل والأحسن في هدي التطوع وأضحيته التصدق بالجميع إلا لقمة أو لقما يتبرك بأكلها فإنها مسنونة (روضة الطالبين وعمدة المفتين - (ج 1 / ص 361)
Berdasarkan uraian panjang yang diambil dari berbagai referensi di atas dapat disimpulkan beberapa hal berikut:
- Tidak ada satu ulamapun yang berpendapat bahwa haram hukumnya bagi orang yang berqurban sunnah untuk mengkonsumsi daging qurbannya sendiri. Munculnya persepsi tersebut dimungkinkan dari kesalah-pahaman dalam memahami beberapa literatur fiqih sehingga menimbulkan pemahaman yang salah.
- Orang yang berqurban (mudhohhi) tathawwu` bahkan disunnahkan ambil bagian dan mengkonsumsi dari daging qurbannya, kecuali jika qurbannya itu adalah qurban wajib, maka ia tidak diperkenankan mengambil bagian qurban.
- Batas maksimal mengkonsumsi daging qurbannya sendiri, dalam madzhab Syafi`i ada dua pendapat; yaitu 1/3 dari qurban dan ½ (separuh) dari qurbannya. Pendapat yang kuat adalah maksimal 1/3 dari qurban.
- Dalam kebolehan mengkonsumsi, yang paing afdhol bagi yang berqurban, tidak mengambil bagian terlalu banyak, cukup baginya memakan satu atau beberapa suapan saja.
- Perlu dipertegas, keafholan ini tidak lantas mengharamkan orang yang berqurban haram mengkonsumsi sedikit dari bagian qurbannya. Sedikit bukan berarti tidak diperolehkan sama sekali.
Wallahu a`lam
Malang, 19 Juni 2024
*Tulisan opini sepenuhnya tanggung jawab penulis, tidak menjadi tanggung jawab redaksi opini.co