Muhammad Jamil Kader HMI Al-Qolam Malang dan Mahasiswa Universitas Al-Qolam Malang Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia. |
Pembangunan IKN yang diposisikan sebagai proyek besar yang bertujuan untuk mendistribusikan pembangunan lebih merata dan mengurangi beban Jakarta, tampaknya belum diterima dengan baik oleh sebagian besar masyarakat. Ketidakjelasan manfaat langsung bagi kesejahteraan rakyat dan prioritas pemerintah terhadap infrastruktur ketimbang kesejahteraan sosial, seperti pendidikan, kesehatan, serta sektor pertanian dan peternakan, kerap disorot. Ada rasa skeptis di tengah masyarakat, termasuk di kalangan mahasiswa, bahwa proyek ini justru akan memperbesar ketimpangan sosial.
Dalam salah satu diskusi yang digelar kader HMI Al-Qolam, seorang kader menggaungkan kritikan tajam: “Dana pendidikan dialokasikan ke dana desa, pendidikan dan kesehatan dikapitalisasi, petani dan peternak merintih, buruh dan karyawan disuruh membayar pajak untuk melunasi pembangunan sangkar megah, sedangkan sumber daya manusia rakyat tidak dipikirkan." Pernyataan ini menggambarkan kekecewaan mendalam atas kebijakan yang tampaknya lebih berorientasi pada megaproyek infrastruktur ketimbang memperbaiki kualitas hidup masyarakat.
Polemik ini semakin kompleks ketika masyarakat merasa kewajiban membayar pajak mereka, yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan umum, justru tidak berbanding lurus dengan apa yang mereka dapatkan. Alokasi anggaran besar untuk IKN, di tengah utang negara yang semakin besar, menjadi bahan bakar kekecewaan. Pemerintah dianggap gagal memberikan jawaban memuaskan atas pertanyaan besar: Apakah proyek ini benar-benar untuk rakyat, atau hanya untuk kepentingan elit politik dan ekonomi?
Kondisi ini memperparah persepsi publik bahwa pemerintahan lebih sibuk menyalahkan rakyat daripada mencari solusi untuk memperbaiki situasi ekonomi. Masyarakat dihadapkan pada realita bahwa beban pajak dan kontribusi finansial mereka tidak terbalas dengan kebijakan yang memperhatikan kebutuhan mendesak mereka, seperti akses kesehatan yang lebih baik, pendidikan yang terjangkau, dan dukungan nyata untuk petani dan buruh yang masih terhimpit masalah kesejahteraan.
Pada akhirnya, pro-kontra pembangunan IKN adalah cerminan dari ketidakpuasan yang lebih besar terhadap kebijakan ekonomi dan politik di Indonesia saat ini. Pertanyaan yang lebih mendalam muncul: Apakah negara ini sedang dibangun untuk rakyat, ataukah rakyat hanya dijadikan alat untuk membangun sebuah proyek ambisius yang belum tentu mereka rasakan manfaatnya? Diskusi-diskusi seperti yang dilakukan oleh kader HMI Al-Qolam ini penting untuk terus mengingatkan pemerintah bahwa prioritas utama tetap harus pada kesejahteraan rakyat, bukan sekadar pembangunan infrastruktur mewah tanpa substansi sosial yang jelas.
*Oleh: Muhammad Jamil Kader HMI Al-Qolam Malang dan Mahasiswa Universitas Al-Qolam Malang Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia
*Tulisan opini sepenuhnya tanggung jawab penulis, tidak menjadi tanggung jawab redaksi opini.co
*Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang diterima apabila tidak sesuai dengan filosofi opini.co