Salsyabilla Apriliyani Mahasantri Ma'had Al-Jamiah Ronggowarsito UIN Raden Mas Said Surakarta. (Dok. Istimewa) |
Junk Food adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan makanan
yang tinggi kalori dari makronutrien seperti gula dan lemak, dan seringkali
juga tinggi natrium, sehingga sangat enak, dan rendah serat makanan, protein,
atau mikronutrien seperti vitamin dan mineral. Ia juga dikenal sebagai
"makanan tinggi lemak, garam dan gula" ( makanan HFSS ). Junk food menyediakan kalori kosong,
hanya menyediakan sedikit atau tidak sama sekali protein, vitamin, atau mineral yang dibutuhkan untuk diet bergizi.
Makanan cepat saji memang menjadi pilihan yang populer, terutama
karena rasanya yang enak dan proses penyajiannya yang praktis. Tetapi, mengonsumsi
yang berlebihan justru membawa dampak buruk bagi tubuh, terutama pada kalangan
santri yang membutuhkan nutrisi seimbang untuk menunjang aktivitas sehari-hari.
Makanan cepat saji mengandung zat tambahan, seperti pengawet dan pewarna
buatan, yang jika dikonsumsi terlalu sering dapat merusak fungsi organ tubuh.
Tingginya kadar lemak jenuh dan kolesterol dalam junk food dapat menyebabkan
penumpukan plak pada pembuluh darah, meningkatkan risiko penyakit jantung
koroner dan stroke.
Selain itu, terlalu sering mengonsumsi junk food juga mengganggu
metabolisme tubuh. Lemak trans yang sering ditemukan dalam makanan cepat saji
dapat meningkatkan kadar kolesterol jahat (LDL) dan menurunkan kolesterol baik
(HDL), sehingga memperburuk kesehatan jangka panjang. Bagi santri yang harus
aktif secara fisik dan mental, kondisi ini tentu saja dapat memengaruhi
performa harian mereka. Tidak hanya fisik, junk food juga berdampak pada
kesehatan psikologis. Kadar gula yang tinggi pada makanan cepat saji dapat
memengaruhi kestabilan suasana hati. Kenaikan gula darah yang diikuti dengan
penurunan mendadak sering kali menyebabkan rasa lelah, mudah marah, dan sulit
berkonsentrasi. Selain itu, pola makan yang tidak seimbang akibat junk food dapat
mengurangi asupan nutrisi penting seperti vitamin B, zat besi, dan asam lemak
omega-3, yang semuanya berperan penting dalam menjaga fungsi otak. Kurangnya
nutrisi ini berpotensi meningkatkan risiko gangguan kecemasan, depresi, hingga
penurunan fungsi kognitif.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan penanganan agar bisa
mengurangi mengonsumsi junk food, seperti: Memberikan edukasi soal bahaya junk
food kepada para santri dan pentingnya
makanan bergizi, Menyediakan kantin yang sehat dan terjangkau sehingga santri
tertarik untuk memilihnya, Para orang tua dan pengelola mahad memantau asupan
makanan santri terutama diwaktu santai atau malam hari. Penanganan diatas dapat
membantu menciptakan lingkungan yang mendukung pola makan sehat di kalangan
santri, sehingga mereka lebih terhindar dari dampak buruk junk food.
Kebiasaan mengonsumsi junk food di kalangan santri merupakan
tantangan besar yang harus segera diatasi. Dampaknya tidak hanya terlihat dalam
jangka pendek, seperti gangguan pencernaan atau kurangnya energi, tetapi juga
berakibat fatal dalam jangka panjang, seperti penyakit kronis dan gangguan
mental. Oleh karena itu, semua pihak, baik santri, pengelola mahad, maupun
keluarga, memiliki peran penting dalam mengurangi konsumsi junk food.
Menerapkan pola makan yang sehat tidak hanya meningkatkan kesehatan
fisik tetapi juga mendukung perkembangan mental dan kemampuan belajar santri.
Perubahan kecil, seperti mengganti makanan tidak sehat dengan buah-buahan atau
makanan kaya serat, dapat memberikan hasil yang signifikan. Dengan meningkatkan
kesadaran akan pentingnya pola makan sehat, santri dapat hidup lebih produktif,
sehat, dan berkualitas, sehingga mereka dapat lebih ideal dalam menjalankan
kewajiban dan cita-cita mereka di masa depan.
*Tulisan opini sepenuhnya tanggung jawab penulis, tidak menjadi tanggung jawab redaksi opini.co
*Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang diterima apabila tidak sesuai dengan filosofi opini.co