Notification

×

Iklan

Iklan

Perkembangan dan Efektivitas Rupiah Digital di Indonesia dalam Kacamata Syariah

Minggu, 15 Desember 2024 | 00.35 WIB Last Updated 2024-12-14T17:39:07Z

Luthfi Labiibah Mahasantri Ma'had Al-Jamiah Ronggowarsito UIN Raden Mas Said Surakarta. (Dok. Istimewa)
OPINI.CO, SURAKARTA -
Bank Indonesia (BI) memastikan, penerbitan rupiah digital atau yang dikenal secara internasional sebagai central bank digital currency (CBDC) akan segera dilaksanakan. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, saat ini proses penerbitannya masih dalam tahap menguji gagasan atau konsep (proof of concept) pengembangan teknologi penopang Rupiah Digital."Rupiah digital ini kami tengah memfinalisasi proof of concept, itu tahap pertama rupiah digital. Kami masih memilih teknologi yang akan dipakai," kata Perry dalam Mandiri Investment Forum 2024 di Jakarta, Selasa (5/3/2024). Perencaan penggantian uang kertas dengan uang digital karna pembuatan uang kertas itu semakin mahal, dan uang digital itu lebih mudah untuk digunakan walau pun banyak beberapa orang berpendapat bahwa uang digital akan sulit untuk di terima masyarakat kita karna kurang berkualitasnya SDM kita yang mana banyak masyarakat yang masih belum bisa menggunakan digital  atau teknologi seperti orang-orang yang tinggal di daerah yang masih belum merata perkembangan teknologinya.

 

Namun, rupiah digital bisa menjadi kunci dan solusi negara agar terhindar dari inflasi, penggunaan rupiah digital juga sangat efektif karna agar lebih mengurangi perilaku kriminal seperti perampokan, begal dan lain-lain walaupun ketika memaki rupiah digital kita harus bergelut dengan gangguan sistem teknologi, tetapi itu lebih bisa di tangani dari pada pemberantasan kriminal karna perilaku kriminal. Bank Indonesia (BI) menargetkan bisa menerbitkan proof of concept dari rupiah digital atau central bank digital currency (CBDC) pada Maret 2024.

 

Rifki Ismail (2022) "bahwa adaptasi dari inovasi teknologi merupakan ekosistem yang berubah sangat cepat dan Islamic bankings tidak kebal akan perubahan tersebut. Digitalisasi yang dilakukan Islamic bankings juga telah memberikan dampak terhadap financial stability terhadap Islamic Finance Services Industry. Regulator juga perlu sadar akan adanya potensial resiko baru yang menimbulkan ancaman bagi digital Islamic bankings seperti data privacy, cyber security, consumer protection, dan lain sejenisnya".

 

Sebagai langkah awal, Bank Indonesia menerbitkan  White Paper  terkait pengembangan Rupiah Digital pada 30 November 2022.  White Paper  ini merupakan pemaparan awal dari Proyek Garuda berupa desain level atas ( high-level design ) Rupiah Digital sekaligus sebagai bentuk komunikasi kepada publik terkait rencana pengembangan Rupiah Digital .White Paper  ini menjelaskan konfigurasi desain Rupiah Digital yang terintegrasi dari ujung ke ujung, fitur desain Rupiah Digital yang memungkinkan pengembangan model bisnis baru, arsitektur teknologi Rupiah Digital, serta dukungan perangkat regulasi dan kebijakan terhadap implementasi desain Rupiah Digital.

 

Keburukan yang terjadi adalah pada sistem yang akan mengatur rupiah digital yaitu blockchain yang juga digunakan oleh mata uang digital cryptocurrency namun terdapat perbedaan karena pada rupiah digital sistemnya akan dipadukan dengan sistem Bank Indonesia yang akan mengatur hal tersebut yaitu Bank Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa mata uang rupiah digital bentuknya sama namun menghilangkan unsur-unsur buruk yang terdapat pada mata uang cryptocurrency, menegakkan syariat Islam dalam menyelamatkan perekonomian masyarakat muslim dengan maqashid syariah(Ginanjar dkk., 2023)Kehadiran CBDC dapat mendorong perbankan Islam untuk mengembangkan lebih banyak produk dan layanan kreatif yang sesuai dengan kebutuhan nasabah.  

 

IMF mengungkapkan bahwa desain CBDC saat ini bertentangan dengan hukum Islam terkait riba dan spekulasi. Apabila ingin mengadopsi prinsip keuangan syariah, bank sentral harus merancang CBDC yang menggabungkan mekanisme bagi hasil. Namun, penerapan mekanisme bagi hasil juga memiliki risikonya sendiri, terutama dalam aspek pengelolaan likuiditas. Sebab, temuan IMF menyebutkan bahwa infrastruktur perbankan syariah di banyak negara belum secanggih infrastruktur perbankan konvensional. Mekanisme konvensional manajemen likuiditas – pasar antar bank, instrumen keuangan pasar sekunder, jendela diskon bank sentral dan Lender of Last Resort (LOLR) – yang didasarkan pada bunga tidak diizinkan untuk bank-bank Islam.”

 

Indonesia adalah salah satu negara yang mengembangkan sistem keuangan digital melalui CBDC. Adapun, rencana pengembangan CBDC tertuang dalam White Paper Rupiah Digital yang telah dirilis sejak 30 November 2021. Saat ini, Bank Indonesia juga telah merilis consultative paper sebagai sarana bagi masyarakat maupun ahli untuk memberikan saran terhadap desain rupiah digital. Menurut pernyataan Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, desain rupiah digital akan dirilis pada Juni 2023.


Bank syariah memegang peran yang cukup penting. Oleh karena itu, keberadaan bank syariah perlu diperhitungkan dalam implementasi rupiah digital. Menurut Peneliti Ekonomi Syariah NU, Muhammad Syamsudin mengatakan rupiah digital dapat berlaku sah sebagai mata uang, instrumen transaksi dan sebagai alat penyimpan kekayaan apabila telah memenuhi syarat istihqaq (keterjaminan dan keamanan oleh pihak yang menerbitkan).

 

Adapun, berikut syarat-syarat istihqaq yang dipaparkan oleh Syamsudin melalui situs resmi NU, sebagai berikut. Ketegasan status kepemilikan atas suatu barang atau aset manfaat atau jasa sehingga bisa dapat dibedakan mana miliknya dan mana milik pihak lain Pihak yang merasa memiliki dapat menuntut hak kepemilikannya secara hukum yang berlaku. Secara fikih, harta yang memenuhi unsur di atas dikenal dengan istilah harta berjamin (syai-in maushuf fid dzimmah).

 

Artinya, selama rupiah digital disahkan oleh otoritas Bank Indonesia dan terdapat regulasi pasti yang mengatur tentang kepemilikannya, maka dapat dikatakan rupiah digital boleh dipergunakan masyarakat umum. Namun, hingga saat ini, belum ada fatwa dari Majelis Ulama Indonesia yang menjelaskan hukum rupiah digital dalam perspektif islam.

 

Dan ini lah alasan kenapa BI mengeluarkan rupiah digital pertama, karena BI adalah satu-satunya lembaga yang berwenang mengeluarkan mata uang, termasuk rupiah digital. "Karena BI adalah satu-satunya lembaga negara, sesuai Undang-undang yang berwenang mengeluarkan digital currency yang disebut digital rupiah" papar perry dalam Talkshow Rangkaian BIRAMA (BI Bersama Masyarakat), di Jakarta, Senin (5/12). Kedua, karena BI ingin melayani masyarakat. Menurutnya, saat ini masyarakat tidak hanya membutuhkan pembayaran dengan mata uang fisik atau kertas.

 

Bahkan, transaksi menggunakan kartu rekening pun dirasa belum cukup oleh sebagian masyarakat. Ia juga mengatakan saat ini kaum milenial pun membutuhkan mata uang digital untuk transaksi digital. BI pun ingin hadir untuk untuk memfasilitasi kebutuhan masyarakat tersebut. Ketiga, pengembangan digital rupiah juga bisa mempererat kerja sama dengan lembaga-lembaga internasional. Perry mengatakan ke depan pihaknya akan terus bekerja sama dengan bank-bank sentral negara lain untuk merumuskan nilai tukar rupiah digital dengan mata uang negara-negara lain.


Model Bisnis Operasi Moneter

Setelah wholesale rupiah digital ini berjalan, Perry mengatakan uang digital kemudian diperluas dengan model bisnis operasi moneter dan pasar uang. Lalu, pada tahapan akhir akan dilakukan integrasi uang digital wholesale dengan uang digital ritel secara langsung. Adapun CBDC ini nantinya akan menjadi satu-satunya yang digital yang bisa digunakan sebagai alat pembayaran sah di Indonesia. Sementara uang digital lainnya dinyatakan tidak berlaku.

 

Bank mega syariah (2024) "Secara definisi, bank konvensional merupakan bank yang menjalankan aktivitasnya secara konvensional yang mengacu pada kesepakatan nasional maupun internasional, serta berlandaskan hukum formil negara. Sedangkan bank syariah adalah bank yang menjalankan aktivitasnya berdasarkan prinsip syariah, atau prinsip hukum Islam yang diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).

 

Selain perbedaan definisinya, ada juga  perbedaan bank syariah dan konvensional lainnya pada artikel berikut:  Perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah yang pertama terletak pada prinsip pelaksanaannya. Prinsip perbankan mengacu pada kesepakatan nasional maupun internasional, serta berlandaskan hukum formil negara. Sedangkan pada bank syariah, prinsipnya mengacu pada hukum Islam yang diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Oleh karena itu, aktivitas bank syariah menggunakan prinsip syariah, yaitu penjualan beli dan bagi hasil .

 

Bank Konvensional memiliki tujuan keuntungan dengan sistem bebas nilai atau sesuai dengan prinsip yang dianut oleh masyarakat umum. Sedangkan pada Bank Syariah, fokusnya tidak hanya pada keuntungan dan profit , namun harus sesuai dengan prinsip syariah. Untuk itulah, beberapa produk perbankan syariah harus berlandaskan kerelaan dari masing-masing pihak, tanpa ada unsur paksaan, serta bantuan-menolong antar sesama nasabahnya. 

 

Perbedaan berikutnya terletak pada sistem operasional yang digunakan. Pada bank, sistem operasional konvensionalnya menggunakan suku bunga dan perjanjian umum berdasarkan aturan nasional. Sementara pada bank syariah, sistem operasional yang digunakan adalah bagi hasil atau nisbah . Keuntungan yang diberikan kepada nasabah bergantung pada keuntungan yang diterima oleh bank. Semakin tinggi keuntungan yang diterima oleh bank, maka akan semakin tinggi pula bagi hasil yang diterima oleh nasabah dan begitu pula sebaliknya.

 

Pengawas kegiatan bank dan bank konvensional syariah diatur dalam Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang perbankan. Untuk bank, aktivitas konvensionalnya dilayani oleh Dewan Komisaris. Sedangkan untuk bank syariah, pengawasnya terdiri dari berbagai lembaga seperti Dewan Syariah Nasional, Dewan Pengawas Syariah , dan Dewan Komisaris Bank. Perbedaan selanjutnya terletak pada hubungan antara nasabah dan bank. Pada bank, hubungan konvensional nasabah dan bank adalah debitur dan kreditur. Nasabah pada bank konvensional berperan sebagai kreditur dan bank sebagai debitur. Pada bank syariah, terdapat 4 jenis hubungan nasabah dan bank, yakni penjual-pembeli, kemitraan, sewa, dan penyewa.

 

Perbedaan bank sisi dan bank konvensional syariah juga dapat dilihat dari pengelolaan dananya. Pada bank, pengelolaan dana konvensional dapat dilakukan pada seluruh lini bisnis yang menguntungkan di bawah aturan Undang-Undang yang berlaku. Namun pada bank syariah, pengelolaan dana didasarkan pada kaidah Islam, dimana pengelolaan dana tidak boleh dilakukan pada bidang usaha yang bertentangan dengan nilai atau kaidah Islam".

 

Produk layanan bank syariah itu mencakup zakat, wakaf, tabungan umrah atau haji, tabungan qur'ban dan lain" yang memiliki unsur keislaman. Sedangkan bank konvensional lebih kepada pinjaman atau tabungan yang bersifat duniawi yang tidak mencampur syariat islam sehingga ada beberapa transaksi dalam konvensional yang menyalahi hukum syariat. Begitu pula dengan adanya rencana penerbitan rupiah digital yang mana ada beberapa transaksi atau hal-hal yang tidak sesuai dengan syariat dan hukum islam sehingga memicu perdebabatan.

 

Menurut saya, rupiah digital tetap bisa diterbitkan diaplikasikan ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia walau tadi ada dijelaskan diatas bahwa IMF mengungkapkankan bahwa layanan CBCD ini bertentangan dengan hukum dan syariat islam seperti riba dan spekulasi. Namun, menurut peneliti ekonomi syariah NU, Muhammad Syamsudin rupiah digital bisa disahkan sebagai alat penyimpan kekayaan ketika memenuhi syarat yang sudah ad tertera di atas jadi itu juga merupakan solusi dari  perdebatan masalah perbedaan alur antara bank konvensional dengan bank syariah. 


*Oleh: Luthfi Labiibah Mahasantri Ma'had Al-Jamiah Ronggowarsito UIN Raden Mas Said Surakarta


*Tulisan opini sepenuhnya tanggung jawab penulis, tidak menjadi tanggung jawab redaksi opini.co


*Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang diterima apabila tidak sesuai dengan filosofi opini.co 



×
Berita Terbaru Update