Notification

×

Iklan

Iklan

Transformasi Jam Kosong dari Ruang Kelas Menuju Ruang Kuliah

Sabtu, 14 Desember 2024 | 23.59 WIB Last Updated 2024-12-14T17:17:43Z

Indah Kurniawati Mahasantri Ma'had Al-Jamiah Ronggowarsito UIN Raden Mas Said Surakarta. (Dok. Istimewa)
OPINI.CO, SURAKARTA - Di dalam dunia pendidikan, fenomena "jam kosong" merupakan hal yang sering ditemui, baik di tingkat sekolah menengah maupun perguruan tinggi. Istilah jam kosong atau lebih kita kenal dengan jamkos yakni waktu di mana pengajar tidak bisa masuk kelas untuk memberikan materi pembelajaran secara langsung. Sehingga mengakibatkan siswa yang seharusnya mendapat materi pembelajaran pada saat itu tidak jadi. Urusan itu biasanya memang karena pengajar tersebut tidak ada dilingkungan sekolah, tapi bisa jadi pengajar tersebut ada dilingkungan sekolah tapi tidak bisa masuk pada saat pembelajaran entah itu karena ada rapat sesama pengajar atau bimbingan kepada siswa yang mengikuti perlombaan. 

 

Walaupun sering dianggap sebagai waktu yang memebosankan, jam kosong sebenarnya bisa diubah menjadi kegiatan yang lebih bermanfaat. Pada tingkat sekolah menengah, jam kosong sering kali dianggap sebagai momen yang menyenangkan karena di waktu ini siswa   bebas melakukan kegiatan apapun tanpa adanya pengawasan yang ketat dari guru, sementara di perguruan tinggi, transformasi jam kosong menjadi hal yang disayangkan karena dari adanya jam kosong tersebut jadwal kuliah bisa di ganti di lain hari. Perbedaan pengelolaan jam kosong antara ruang kelas sekolah menengah dan ruang kuliah menjadi suatu hal yang  menarik untuk diketahui lebih dalam.

 

Pada tingkat sekolah menengah, jam kosong biasanya terjadi karena beberapa alasan. Diantaranya yaitu karena guru tersebut tidak ada dilingkungan sekolah, tapi bisa jadi guru tersebut ada dilingkungan sekolah tapi tidak bisa masuk pada saat pembelajaran entah itu karena ada rapat sesama guru atau bimbingan kepada siswa yang mengikuti perlombaan. Selain itu, pengelolaan jadwal yang kuarang baik dapat menyebabkan ketidaksesuaian waktu pembelajaran. Hal tersebut menyebabkan siswa tidak memiliki kegiatan yang terarah selama waktu tersebut. 

 

Bagi siswa sekolah menengah, jamkos ini dianggap sebagai momen yang menyenangkan. Karena pada masa sekolah menengah siswa belajar mulai dari pagi dan pulang di sore hari jadi dengan adanya jamkos tersebut ibarat sebagai sebuah keajaiban. Selain itu saat jamkos siswa bisa melakukan apapun yang mereka sukai mulai dari makan, tidur, ke kantin, bahkan bagi anak-anak yang memiliki semangat belajar yang tinggi, kesempatan itu bisa mereka gunakan untuk berdiskusi atau mengerjakan latihan soal. Meskipun demikian, tidak berarti jamkos pada masa sekolah menengah semenyenangkan itu karena dengan adanya jamkos ini kelas menjadi tidak kondusif dan gaduh yang disebabkan kurangnya pengawasan dari guru. Dimana kegaduhan tersebut bisa saja mengganggu kelas lain yang sedang melakukan pembelajaran, sehingga mengakibatkan ketidaknyamanan bagi guru dan siswa kelas tersebut.

 

Berbeda dengan situasi di sekolah menengah, fenomena jam kosong di perguruan tinggi memiliki karakteristik yang lebih unik. Di lingkungan kampus, mahasiswa mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dalam mengelola waktu mereka. Ketika dosen tidak bisa hadir atau kuliah dibatalkan, mahasiswa tidak hanya sekadar menunggu dosen hadir seperti halnya yang terjadi di tingkat sekolah menengah. Karena bisa jadi jadwal perkuliahan akan diadakan pada waktu-waktu yang seharusnya digunakan untuk istirahat. 

 

Di dunia perkuliahan ini mahasiswa dituntut untuk bisa memanfaatkan waktu luang dari adanya jam kosong tersebut untuk kegiatan yang lebih bermanfaat. Misalnya seperti menggunakan waktu tersebut untuk belajar kelompok, memperluas pertemanan entah dengan  kakak tingkat maupun teman seangkatan, istirahat bahkan dengan kerja part time. Faktanya di setiap universitas peran mahasiswa bukan hanya sebagai seorang mahasiswa saja, di antara mereka ada yang mengambil kerja part time, mengemban jabatan di sebuah organisasi baik organisasi internal maupun eksternal kampus, bahkan ada yang sudah membina rumah tangga juga.

 

Transformasi jam kosong dari ruang kelas menuju ruang kuliah ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan mendasar dalam pengelolaan waktu dan tanggung jawab dari peserta didik. Di sekolah menengah, jam kosong sering kali menjadi tantangan bagi tenga pengajar karena kurangnya kemandirian siswa dalam memanfaatkan waktu luang. Sebaliknya, di perguruan tinggi, jam kosong mempunyai kesempatan besar untuk diubah menjadi kegiatan yang lebih bermanfaat melalui pengelolaan waktu yang bebas dan mandiri. Dengan pendekatan yang tepat, jam kosong dapat menjadi ruang bagi peserta didik untuk mengembangkan bakat, keterampilan berpikir, dan pengelolaan belajar yang lebih aktif. Transformasi ini memerlukan kerjasama antara lembaga pendidikan, tenaga pengajar, dan peserta didik, serta pemanfaatan teknologi dan fasilitas pendukung yang memadai.

 

Pada akhirnya, pandangan tentang transformasi jam kosong pada tingkat  sekolah menengah dan perguruan tinggi tergantung pada diri kita sendiri dalam menyikapinya. Karena baik pada tingkat sekolah menengah maupun perguruan tinggi jam kosong memiliki dampak positif dan negatifnya dan oleh karena itu kita tidak dapat melihatnya dari satu sisi saja. Dimana pada masa sekolah menengah jam kosong bisa menjadi menyenangkan bagi siswa yang bisa memanfaatkan waktu tersebut dengan baik, dimana hal tersebut juga berlaku di dunia perkuliahan. Tetapi yang perlu kita ketahui setiap orang memiliki pandangan yang berbeda-beda dalam menyikapi fenomena jam kosong ini baik di sekolah menengah maupun perkuliahan.


*Oleh: Indah Kurniawati Mahasantri Ma'had Al-Jamiah Ronggowarsito UIN Raden Mas Said Surakarta

*Tulisan opini sepenuhnya tanggung jawab penulis, tidak menjadi tanggung jawab redaksi opini.co

*Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang diterima apabila tidak sesuai dengan filosofi opini.co 


×
Berita Terbaru Update