Notification

×

Iklan

Iklan

Kebakaran di Los Angeles dan Kehancuran Gaza: Dua Tragedi dengan Dimensi yang Berbeda

Selasa, 14 Januari 2025 | 13.40 WIB Last Updated 2025-01-14T06:46:17Z

Buhori Mahasiswa Doktoral Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. (Dok. Ybs)
OPINI.CO, PONTIANAK - Di era digital saat ini, setiap peristiwa besar yang terjadi di belahan dunia manapun, pasti tidak akan lepas dari sorotan publik. Peristiwa itu tidak hanya menjadi berita utama di berbagai media mainstream, tetapi juga menjadi bahan diskusi hangat di media sosial. Perdebatan publik tidak jarang menyandingkan dua peristiwa yang, meskipun secara geografis dan penyebabnya berbeda, memiliki dampak mendalam terhadap kehidupan manusia. Salah satu perbandingan yang mencuat baru-baru ini adalah antara kebakaran hebat di Los Angeles dan kehancuran di Gaza akibat keganasan Israel.

 

Di berbagai platform media sosial, netizen dari berbagai latar belakang mengaitkan dua tragedi ini untuk menyoroti perbedaan besar dalam perhatian dan respons dunia internasional. Kebakaran di Los Angeles, meskipun menghancurkan dan menelan korban jiwa jauh lebih sedikit dibandingkan dengan Gaza, namun mendapatkan simpati global yang luar biasa, dengan sorotan media yang intens dan aliran bantuan yang cepat dari berbagai pihak. Sebaliknya, kehancuran di Gaza, yang menelan puluhan ribu korban jiwa dan menyebabkan penderitaan yang jauh lebih mendalam, sering kali terabaikan atau dibungkus narasi politis yang menyulitkan hadirnya solidaritas universal.

 

Tak ayal, sejumlah netizen mengaitkan kebakaran hebat yang melanda Los Angeles ini sebagai semacam "balasan" atas dukungan Amerika Serikat terhadap tindakan “genosida” Israel di Gaza. Mereka menilai bahwa bencana alam ini menjadi simbol karmic atau balasan bagi Amerika Serikat yang selama ini mendukung kebijakan militer Israel yang menghancurkan Gaza. Dalam pandangan mereka, kebakaran yang merenggut belasan nyawa dan menghancurkan ribuan bangunan ini dipandang sebagai peringatan yang tak terelakkan, sebagai respons alam terhadap ketidakadilan dan ketimpangan yang dialami oleh warga Gaza yang terus menderita akibat serangan militer Israel yang mendapat dukungan dari Washington

 

 

Kebakaran di Los Angeles: Bencana Alam dalam Lanskap Perkotaan


Los Angeles, salah satu kota terbesar di Amerika Serikat, kini menjadi saksi kehancuran akibat kebakaran hebat yang melanda kawasan itu pada Januari 2025. Lebih dari 40.000 hektar lahan terbakar, sekitar 16 nyawa melayang, dan lebih dari 12.000 bangunan hancur. Kebakaran ini, menurut berbagai media yang melaporkan, dipicu oleh kondisi cuaca ekstrim dan kombinasi perubahan iklim dan kekeringan. Tak hanya itu, arus urbanisasi yang masif  di Los Angeles yang menyebabkan pertumbuhan wilayah permukiman hingga ke area hutan atau perbukitan, yang dikenal sebagai wildland-urban interface, juga ditengarai sebagai salah satu faktornya. Lokasi ini lebih rentan terhadap kebakaran karena dekat dengan vegetasi kering yang mudah terbakar.


Dalam hal ini, terlihat kebenaran dari teori ekologi sosial Murray Bookchin. Menurut teori ini, bencana seperti kebakaran hutan bukan hanya sekadar fenomena alam, tetapi juga hasil dari ketidakharmonisan antara manusia dan lingkungan. Di Los Angeles, ekspansi urban yang masif tanpa mempertimbangkan keseimbangan ekologis memperparah dampak kebakaran. Penebangan hutan untuk pembangunan, konsumsi energi yang tidak berkelanjutan, dan perubahan iklim yang dipercepat oleh aktivitas manusia semuanya berkontribusi pada tragedi ini.

 

Meski begitu, kota ini memiliki infrastruktur tangguh dan dukungan asuransi yang memungkinkan warga untuk pulih dengan cepat. Bantuan dari pemerintah, pemadam kebakaran, dan organisasi internasional mengalir dengan cepat. Media global secara intensif melaporkan tragedi ini. Dunia internasional-pun turut menunjukkan solidaritas, memperlihatkan bagaimana tragedi di negara maju sering kali memancing empati global yang kuat

 

Kehancuran Gaza: Konflik Berulang dalam Bayang-bayang Penindasan


Di sisi lain, Gaza menghadapi tragedi yang jauh lebih kelam. Serangan militer Israel yang terus berlanjut telah menghancurkan wilayah ini, telah merenggut puluhan ribu nyawa, dan ratusan ribu warga terpaksa meninggalkan Gaza dalam keadaan yang hampir tak manusiawi. Bahkan Biro Statistik Pusat Palestina (PCBS) memperkirakan, populasi di Gaza mengalami penurunan drastis sejak dimulainya serangan Israel di wilayah tersebut. Infrastruktur vital seperti rumah sakit, sekolah, dan sistem air bersih hancur, membuat rekonstruksi menjadi hampir mustahil di tengah blokade yang melumpuhkan ekonomi Gaza.  


Apa yang terjadi di Gaza saat ini benar-benar membuktikan apa yang oleh kalangan Marxian disebut sebagai pendindasan struktural. Dalam perspektif Marxian, konflik dan genosida di Gaza merupakan bentuk dominasi politik, ekonomi, dan militer oleh kelompok atau struktur yang memiliki kekuatan lebih besar, yakni Israel. Ketimpangan struktur kekuasaan antara Israel dan Palestina mencerminkan pola dominasi yang terjadi dalam sistem kapitalis global, di mana kelompok yang lebih kuat memanfaatkan dan merebut sumber daya  dari kelompok yang lebih lemah. Kasus Gaza juga syarat dengan terjadinya dehumanisasi dan ideologi. Hal ini terlihat dengan banyaknya narasi negatif yang sering digunakan untuk mendiskreditkan perjuangan Hamas dan warga Gaza, sehingga menciptakan justifikasi ideologis untuk tindakan represif, termasuk genosida. Proses ini melibatkan dehumanisasi terhadap pejuang Hamas dan warga Gaza, dan menjadikan mereka "musuh" yang sah untuk dihancurkan demi melanggengkan kekuasaan


Namun sayangnya, respons dunia terhadap tragedi kemanusiaan ini sangat berbeda. Meski banyak negara dan organisasi kemanusiaan mengecam tindakan Israel, namun dukungan konkrit untuk Gaza sering kali terhambat oleh tekanan politik, terutama dari negara-negara kuat seperti Amerika Serikat yang secara konsisten membela Israel. Media internasional, yang berperan penting dalam membangun opini publik, sering kali membingkai konflik di Gaza sebagai isu politik yang kompleks, sehingga mengaburkan dimensi kemanusiaannya.

 

Ketimpangan dalam Perhatian dan Respons Global


Kebakaran di Los Angeles dan kehancuran di Gaza menunjukkan perbedaan besar dalam perhatian dunia. Terdapat ketimpangan mencolok antara dua persitiwa ini. Apabila hal ini dilihat dari perspekti teori world system Immanuel Wallerstein, maka dapat dipahami bahwa ketimpangan ini merupakan ketimpangan antara wilayah core dan periphery sebagai imbas dari hubungan global. Dalam teori world system, negara-negara maju seperti Amerika Serikat berada di pusat (core), sementara wilayah seperti Gaza berada di pinggiran (periphery). Peristiwa yang terjadi di pusat cenderung mendapatkan perhatian lebih besar karena dianggap berdampak langsung pada stabilitas global. Sebaliknya, tragedi di pinggiran sering kali dianggap sebagai isu lokal yang tidak memerlukan perhatian mendesak.

 

Liputan media juga memperkuat ketimpangan ini. Tragedi di Los Angeles digambarkan dengan narasi kemanusiaan yang kuat, menampilkan kisah heroik dan solidaritas warga. Sebaliknya, tragedi di Gaza sering kali dipolitisasi, dengan fokus pada narasi konflik dan keamanan, sehingga mengalihkan perhatian dari penderitaan warga sipil.

 

Refleksi Akhir: Solidaritas dan Kemanusiaan yang Terabaikan


Dua tragedi ini membuka mata kita terhadap ketimpangan global dalam cara dunia memandang penderitaan manusia. Kebakaran di Los Angeles, meski memilukan, mendapat perhatian dan dukungan penuh dari berbagai pihak, memungkinkan proses pemulihan yang cepat. Sebaliknya, kehancuran di Gaza terus berlangsung tanpa solusi yang jelas, meninggalkan luka yang mendalam pada masyarakatnya.

 

Kita dihadapkan pada pertanyaan mendasar: apakah nilai-nilai kemanusiaan dan nyawa manusia berbeda tergantung pada letak geografis terjadinya tragedi ? Dunia perlu mengevaluasi kembali prioritasnya, memusatkan perhatian pada solidaritas global yang adil, dan memastikan bahwa setiap tragedi, di mana pun terjadi, mendapat respons yang setara berdasarkan nilai kemanusiaan, bukan kepentingan politik atau ekonomi semata.


*) Kolom opini.co menerima tulisan opini atau karya sastra untuk umum. Panjang naskah opini maksimal 750 kata.


*) Sertakan: riwayat hidup singkat, nama akun medsos, beserta foto cakep, dan nomor telepon yang bisa dihubungi. Naskah dikirim ke alamat e-mail: soearamedianasional@gmail.com


*)Tulisan opini sepenuhnya tanggung jawab penulis, tidak menjadi tanggung jawab redaksi opini.co


*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang diterima apabila tidak sesuai dengan filosofi opini.co

×
Berita Terbaru Update