Mia Kultsum Safitri Mahasiswi Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta. (Dok. Mia) |
Dewasa
ini, sering kita melihat konten yang berisi tentang pelaksanaan pernikahan pada
usia dini. Contohnya FYP dari aplikasi TikTok, dalam aplikasi ini seringkali
kita melihat konten tentang pernikahan dan hal ini membuat sebagian remaja
merasa iri dan ingin sekali untuk mengikutinya. Banyak juga komentar pro dan
kontra dari pernikahan dini ini. Salah satu contoh pro dari pernikahan dini
yaitu menghindari zina dan juga bisa memenuhi hawa nafsunya. Padahal, nafsu
dalam diri sendiri bisa dilawan dengan cara mendalami ilmu terus menerus agar kita
menjadi lebih siap dalam menghadapi kehidupan selanjutnya.
Sedangkan
komentar kontra yang disampaikan netizen ini beragam, diantaranya yaitu
pembahasan tentang ketidaksiapan pengantin dalam menghadapi kehidupan rumah
tangganya nanti, menanyakan alasan mengapa mereka memilih menikah daripada
mengejar pendidikan tinggi, menanyakan kondisi perempuan jika nantinya ia hamil
di usia yang belum sesuai, dan lain sebagainya. Banyak sekali kekhawatiran yang
terjadi dari pernikahan dini ini dikarenakan orang dewasa yang sudah
menjalankan kehidupan pernikahan merasa hal ini sangat disayangkan dikarenakan
mereka tidak dapat merasakan masa mudanya dalam jangka waktu yang lama.
Islam
memang tidak melarang pelaksanaan pernikahan dini ini, karena menikah merupakan
ibadah dan ini merupakan kewajiban semua umatnya. Menikah juga dapat
menghindari kita dari perbuatan zina, baik itu zina mata maupun zina hati.
Namun, mengapa remaja tidak bisa menghindari perbuatan zina ini? Dan juga,
bukan hanya agama Islam saja yang melarang zina, melainkan beberapa agama di
Indonesia juga memiliki dalil yang menjelaskan tentang larangan melakukan
perbuatan zina. Dan Islam memiliki larangan ini terdapat dalam Surah Al-Isra
ayat 32:
وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ
إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلًا
Artinya
: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”
Zaman
sekarang banyak sekali lontaran bagi orang yang tidak memiliki pasangan. Jika
mereka menegur sedikit saja, maka ia dianggap si paling sok suci. Padahal
tujuan orang tersebut memberitahu dikarenakan ia sangat peduli dengannya. Ia
tidak mau melihat hal ini sampai menjerumusnya dan mengakibatkan ia menjadi
melakukan hal di luar nalar. Mengapa pacaran ini masih tetap
dinormalisasikan?
Kita
sebagai manusia pasti memiliki rasa saling suka satu sama lain dikarenakan
mempunyai hawa nafsu. Namun, hawa nafsu ini bisa kita kendalikan dengan
berbagai cara, salah satunya dengan terus beribadah dan mengejar pendidikan setinggi
mungkin agar hawa nafsu ini tidak dapat menjerumuskan kita kepada hal yang
buruk. Bagi saya, menahan hawa nafsu ini sangat mudah karena kita melakukan hal
ini setiap saat dan pasti akan selalu terlindungi dari godaan yang membuat kita
akan melakukan hal itu.
Setelah
membahas tentang zina, pertanyaan yang akan muncul setelahnya yaitu “lebih baik
menikah di usia dini atau tetap menjomblo sampai waktunya tepat?” Menurut saya,
sekarang pertanyaan ini jawabannya tergantung dari masing-masing individu yang
melihat dari sudut pandang berbeda. Jika memang tidak menginginkan mengejar
pendidikan sampai dewasa, maka jalan terbaiknya yaitu menikah agar kita
terhindar dari perbuatan zina ini. Lalu, kalau kita memang masih menginginkan
menikmati masa muda dan merasa pendidikan tinggi ini harus dikejar demi
cita-cita diri sendiri dan juga kebahagiaan dalam hidup, maka jalankan hal ini
dengan baik dan selalu mengingat Allah Yang Maha Kuasa agar kita selalu
terlindungi dari zina ini, karena kita memiliki tujuan yang baik, maka Allah
pun akan memberi kita hasil yang terbaik juga.
*) Kolom opini.co menerima tulisan opini atau karya sastra untuk umum. Panjang naskah opini maksimal 750 kata.
*) Sertakan: riwayat hidup singkat, nama akun medsos, beserta foto cakep, dan nomor telepon yang bisa dihubungi. Naskah dikirim ke alamat e-mail: soearamedianasional@gmail.com
*)Tulisan opini sepenuhnya tanggung jawab penulis, tidak menjadi tanggung jawab redaksi opini.co
*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang diterima apabila tidak sesuai dengan filosofi opini.co