Tsabitah Marwa Adzkiya' Mahasiswa Program Study Islam Psikologi Islam Universitas Raden Mas Said Surakarta. (Dok. Tsabitah) |
Di pesantren, kehidupan sangat terstruktur dengan
rutinitas seperti murojaah (mengulang hafalan Al-Qur'an) setiap pagi dan malam,
ibadah berjamaah, serta pembatasan terhadap media sosial dan hiburan modern.
Tujuan pembatasan ini adalah untuk menjaga fokus santri agar tidak tergerus
oleh kemajuan zaman yang bisa mengalihkan perhatian mereka dari ilmu agama.
Namun, dunia kampus yang lebih bebas memberi kesempatan untuk bersosialisasi
dan mengeksplorasi lebih banyak hal. Meski begitu, kebebasan ini sering kali
membawa godaan yang menguji keteguhan iman mahasiswa.
Perbedaan besar antara kehidupan di pesantren dan
kampus memengaruhi pola pikir, perilaku, dan gaya hidup mahasiswa. Di kampus,
mereka lebih mudah terpengaruh oleh media sosial dan gaya hidup modern yang
lebih bebas. Jika mereka tidak mengikuti perkembangan zaman, sering kali mereka
akan dianggap kuno atau tidak gaul. Oleh karena itu, banyak mahasiswa yang
merasa perlu mengikuti tren dan gaya hidup teman-teman mereka, meskipun hal
tersebut bisa bertentangan dengan nilai-nilai agama yang mereka pegang selama
di pesantren.
Perubahan ini dapat dilihat dalam banyak aspek
kehidupan mahasiswa, seperti cara berpakaian, cara berbicara, hingga intensitas
ibadah. Bagi banyak mahasiswa, menjaga konsistensi dalam beribadah dan murojaah
di tengah godaan yang ada di kampus sering kali menjadi tantangan besar.
Misalnya, mereka merasa bahwa pakaian syar’i yang dulu mereka kenakan sudah
tidak relevan lagi di dunia kampus. Hal ini pun disampaikan oleh Tata, seorang
mahasiswa yang merasakan perubahan ini. “Untuk menjaga hafalan di kampus sangat
sulit. Tapi yang paling sulit adalah menjaga cara berpakaian dan berbicara.
Dulu saya biasa pakai kata ‘aku’ dan ‘kamu’, sekarang sudah terbiasa pakai
‘gue’ dan ‘lo’. Pakaian yang dulu syar’i kini lebih santai. Saya khawatir
semakin jauh dari apa yang saya pegang,” ujarnya.
Selain itu, Fafa, mahasiswa lain yang juga
merasakan kesulitan serupa, mengungkapkan, “Menjaga cara berbicara dan
berpakaian di kampus sangat sulit. Saya bahkan pernah dicemooh karena memakai
jubah, dianggap kuno. Suatu kali, teman saya yang sedang nge-vape bilang kalau
saya tidak mencoba, berarti saya kuno. Saya coba sekali, tapi rasanya tidak
enak. Perkembangan zaman ini bergantung pada pilihan kita dalam memilih teman.”
Sebagai alumni pesantren, saya juga merasakan
perubahan ini. Saya merasa semakin jauh dari kebiasaan baik yang dulu saya
lakukan di pesantren. Hafalan Al-Qur'an saya mulai terlupakan, pakaian syar’i
yang dulu sering saya kenakan kini terlupakan, dan saya merasa semakin jauh
dari Tuhan. Namun, akhir-akhir ini saya berusaha kembali mengenakan gamis
meskipun kerudung saya belum sepenuhnya menutup dada. Saya khawatir jika saya
terus terbawa arus, saya akan semakin jauh dari nilai-nilai yang telah saya
pelajari di pesantren.
Perubahan dari kehidupan pesantren ke kampus
memang penuh tantangan, terutama dalam menjaga kebiasaan spiritual seperti
murojaah dan ibadah. Dunia kampus yang bebas dengan berbagai godaan sering kali
membuat kita lupa dengan kebiasaan baik yang telah diajarkan di pesantren.
Godaan dari teman-teman sebaya, gaya hidup yang modern, dan tekanan sosial dari
lingkungan sekitar bisa sangat menggoyahkan keteguhan hati.
Namun, bukan berarti kita tidak bisa menjaga
diri. Kesadaran diri menjadi kunci dalam menghadapi godaan-godaan ini.
Mahasiswa perlu memiliki tekad yang kuat untuk menyeimbangkan kehidupan
spiritual dan kehidupan modern. Kampus memberikan kebebasan, tetapi bukan
berarti kita kehilangan arah. Kesadaran akan nilai-nilai agama dan disiplin
dalam menjalani ibadah dan murojaah harus tetap dipertahankan. Semua kembali
pada diri kita, sejauh mana kita mampu menjaga diri dan tetap berpegang pada
nilai-nilai yang telah diajarkan.
Pada akhirnya, tantangan terbesar bukanlah
perubahan itu sendiri, tetapi bagaimana kita meresponsnya. Jika kita memiliki
kesadaran dan tekad yang kuat, kita bisa tetap menggenggam iman meskipun berada
di tengah kebebasan dunia kampus.
*) Sertakan: riwayat hidup singkat, nama akun medsos, beserta foto cakep, dan nomor telepon yang bisa dihubungi. Naskah dikirim ke alamat e-mail: soearamedianasional@gmail.com
*)Tulisan opini sepenuhnya tanggung jawab penulis, tidak menjadi tanggung jawab redaksi opini.co
*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang diterima apabila tidak sesuai dengan filosofi opini.co