Notification

×

Iklan

Iklan

Menggenggam Iman di Tengah Kebebasan: Tantangan Mahasiswa Alumni Pesantren dalam Dunia Kampus

Kamis, 16 Januari 2025 | 14.58 WIB Last Updated 2025-01-16T08:02:18Z

Tsabitah Marwa Adzkiya' Mahasiswa Program Study Islam Psikologi Islam Universitas Raden Mas Said Surakarta. (Dok. Tsabitah)
OPINI.CO, SURAKARTA - Masa muda merupakan fase penting dalam pembentukan karakter, khususnya bagi mahasiswa yang sebelumnya berasal dari lingkungan pesantren. Di pesantren, mereka terbentuk dengan akhlak, disiplin, dan kebiasaan Islami yang sangat kental. Namun, saat memasuki dunia kampus yang serba bebas dan modern, mereka menghadapi tantangan besar untuk menjaga nilai-nilai tersebut. Kehidupan di kampus yang berbeda 180 derajat dengan pesantren menuntut mahasiswa untuk beradaptasi, dengan banyaknya pengaruh yang dapat menggoyahkan kebiasaan dan identitas mereka.


Di pesantren, kehidupan sangat terstruktur dengan rutinitas seperti murojaah (mengulang hafalan Al-Qur'an) setiap pagi dan malam, ibadah berjamaah, serta pembatasan terhadap media sosial dan hiburan modern. Tujuan pembatasan ini adalah untuk menjaga fokus santri agar tidak tergerus oleh kemajuan zaman yang bisa mengalihkan perhatian mereka dari ilmu agama. Namun, dunia kampus yang lebih bebas memberi kesempatan untuk bersosialisasi dan mengeksplorasi lebih banyak hal. Meski begitu, kebebasan ini sering kali membawa godaan yang menguji keteguhan iman mahasiswa.


Perbedaan besar antara kehidupan di pesantren dan kampus memengaruhi pola pikir, perilaku, dan gaya hidup mahasiswa. Di kampus, mereka lebih mudah terpengaruh oleh media sosial dan gaya hidup modern yang lebih bebas. Jika mereka tidak mengikuti perkembangan zaman, sering kali mereka akan dianggap kuno atau tidak gaul. Oleh karena itu, banyak mahasiswa yang merasa perlu mengikuti tren dan gaya hidup teman-teman mereka, meskipun hal tersebut bisa bertentangan dengan nilai-nilai agama yang mereka pegang selama di pesantren.


Perubahan ini dapat dilihat dalam banyak aspek kehidupan mahasiswa, seperti cara berpakaian, cara berbicara, hingga intensitas ibadah. Bagi banyak mahasiswa, menjaga konsistensi dalam beribadah dan murojaah di tengah godaan yang ada di kampus sering kali menjadi tantangan besar. Misalnya, mereka merasa bahwa pakaian syar’i yang dulu mereka kenakan sudah tidak relevan lagi di dunia kampus. Hal ini pun disampaikan oleh Tata, seorang mahasiswa yang merasakan perubahan ini. “Untuk menjaga hafalan di kampus sangat sulit. Tapi yang paling sulit adalah menjaga cara berpakaian dan berbicara. Dulu saya biasa pakai kata ‘aku’ dan ‘kamu’, sekarang sudah terbiasa pakai ‘gue’ dan ‘lo’. Pakaian yang dulu syar’i kini lebih santai. Saya khawatir semakin jauh dari apa yang saya pegang,” ujarnya.


Selain itu, Fafa, mahasiswa lain yang juga merasakan kesulitan serupa, mengungkapkan, “Menjaga cara berbicara dan berpakaian di kampus sangat sulit. Saya bahkan pernah dicemooh karena memakai jubah, dianggap kuno. Suatu kali, teman saya yang sedang nge-vape bilang kalau saya tidak mencoba, berarti saya kuno. Saya coba sekali, tapi rasanya tidak enak. Perkembangan zaman ini bergantung pada pilihan kita dalam memilih teman.”


Sebagai alumni pesantren, saya juga merasakan perubahan ini. Saya merasa semakin jauh dari kebiasaan baik yang dulu saya lakukan di pesantren. Hafalan Al-Qur'an saya mulai terlupakan, pakaian syar’i yang dulu sering saya kenakan kini terlupakan, dan saya merasa semakin jauh dari Tuhan. Namun, akhir-akhir ini saya berusaha kembali mengenakan gamis meskipun kerudung saya belum sepenuhnya menutup dada. Saya khawatir jika saya terus terbawa arus, saya akan semakin jauh dari nilai-nilai yang telah saya pelajari di pesantren.


Perubahan dari kehidupan pesantren ke kampus memang penuh tantangan, terutama dalam menjaga kebiasaan spiritual seperti murojaah dan ibadah. Dunia kampus yang bebas dengan berbagai godaan sering kali membuat kita lupa dengan kebiasaan baik yang telah diajarkan di pesantren. Godaan dari teman-teman sebaya, gaya hidup yang modern, dan tekanan sosial dari lingkungan sekitar bisa sangat menggoyahkan keteguhan hati.


Namun, bukan berarti kita tidak bisa menjaga diri. Kesadaran diri menjadi kunci dalam menghadapi godaan-godaan ini. Mahasiswa perlu memiliki tekad yang kuat untuk menyeimbangkan kehidupan spiritual dan kehidupan modern. Kampus memberikan kebebasan, tetapi bukan berarti kita kehilangan arah. Kesadaran akan nilai-nilai agama dan disiplin dalam menjalani ibadah dan murojaah harus tetap dipertahankan. Semua kembali pada diri kita, sejauh mana kita mampu menjaga diri dan tetap berpegang pada nilai-nilai yang telah diajarkan.


Pada akhirnya, tantangan terbesar bukanlah perubahan itu sendiri, tetapi bagaimana kita meresponsnya. Jika kita memiliki kesadaran dan tekad yang kuat, kita bisa tetap menggenggam iman meskipun berada di tengah kebebasan dunia kampus.


 *) Kolom opini.co menerima tulisan opini atau karya sastra untuk umum. Panjang naskah opini maksimal 750 kata.


*) Sertakan: riwayat hidup singkat, nama akun medsos, beserta foto cakep, dan nomor telepon yang bisa dihubungi. Naskah dikirim ke alamat e-mail: soearamedianasional@gmail.com


*)Tulisan opini sepenuhnya tanggung jawab penulis, tidak menjadi tanggung jawab redaksi opini.co


*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang diterima apabila tidak sesuai dengan filosofi opini.co

 

×
Berita Terbaru Update