Notification

×

Iklan

Iklan

Pergaulan dan Psikologi Remaja: Perspektif Kitab Ta'lim Muta'allim dalam Memilih Teman

Selasa, 14 Januari 2025 | 14.05 WIB Last Updated 2025-01-14T07:21:37Z

Naura Nahdiyatus Sholihah Mahasantri Ma'had Al-Jami'ah Ronggowarsito UIN Raden Mas Said Surakarta. (Dok. Ybs)
OPINI.CO, SURAKARTA -
Manusia dilahirkan dengan kodrat sebagai makhluk sosial dan membutuhkan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi ini dinamakan pergaulan. Menurut Gillespie, 2006:4 (dalam Ihsan, 2016) pergaulan pada hakikatnya merupakan jalinan hubungan sosial antara seseorang dengan orang lain yang berlangsung dalam jangka relatif lama sehingga terjadi saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Pada fase remaja pergaulan merupakan fase penting dalam perkembangan psikologis, karena interaksi yang dilakukan akan mempengaruhi identitas dan karakter pada remaja. Pada fase ini, mereka belajar mengelola emosi, berkomunikasi, dan beradaptasi dengan lingkungan sosial. Salah satu faktor yang sangat penting dalam perkembangan psikologis remaja melalui pergaulan adalah teman sebaya.

 

Kualitas pergaulan perlu diberikan perhatian khusus, karena dapat mempengaruhi perkembangan dalam aspek psikologi. Pentingnya kualitas pergaulan disebutkan pada kitab Ta’lim Muta’allim karya Syekh Al-Zarnuji, tepatnya pada pasal 3. Pada pasal ini membahas tentang tata cara memilih ilmu, guru, dan teman, serta keteguhan dalam menuntut ilmu. Dengan nadhom yang berbunyi;


ﻋَنِ اﻟْﻣَرْءِ ﻻَ ﺗَﺳْﺄَلُ وَﺳَلْ ﻗرَﯾِﻧَﮫِ # ﻓﺈَنِﱠ اﻟﻘَرِﯾْنَ ﺑﺎِﻟﻣْﻘُﺎَرِنِ ﯾَﻘْﺗَدِ

“Janganlah engkau bertanya tentang seseorang, tapi lihatlah temannya karena setiap teman selalu mengikuti temannya”


Bait ini menegaskan bahwa teman/pergaulan mempengaruhi perspektif saat melihat seseorang. Apabila seseorang memiliki pergaulan/teman yang baik, maka orang tersebut berkemungkinan besar baik. Sebaliknya, apabila seseorang memiliki pergaulan/teman yang jahat, maka berkemungkinan besar orang tersebut jahat. Karena sifat pergaulan adalah saling mempengaruhi. Sesuai dengan nadhom berikut;

 

ﻓَﺈِنْ ﻛﺎَنَ ذاَﺷَرٌ ﻓﺟَﺎَﻧِﺑُﮫُ ﺳُرْﻋَﺔٌ # وَإِنْ ﻛﺎَنَ ذاَ ﺧَﯾْرٍ ﻓﻘَﺎَرِﻧُﮫُ ﺗﮭَﺗْدَىِ

“Bila ia orang yang jahat jauhilah secepatnya, Bila orang baik bertemanlah dengannya niscaya engkau mendapat petunjuk.”


Dalam ilmu psikologi terdapat penelitian tentang kualitas persahabatan oleh Asher & Parker (1993). Dalam penelitian yang mereka lakukan, ditemukan enam aspek yang mempengaruhi kualitas persahabatan. Dengan kata lain, aspek ini merupakan kriteria yang harus dimiliki seseorang agar dapat membentuk hubungan persahabatan yang berkualitas, dan tidak membawa ke keburukan. Penelitian ini memberikan kontribusi signifikan dalam memahami bagaimana hubungan sosial dibentuk dan dipelihara, serta bagaimana hal ini berdampak pada perkembangan sosial emosional individu, terkhusus remaja. Penelitian ini dan kitab Ta’lim Muta’allim pasal 3 memiliki kesamaan dalam menekankan pentingnya karakter dan perilaku dalam hubungan sosial.

 

Dalam kitab Ta’lim Muta’allim dijelaskan teman yang baik adalah seseorang yang seharusnya memiliki kepribadian baik seperti kejujuran. Jujur merupakan adanya kesuaian antara perkataan, perbuatan sesuai dengan tindakan yang nyata. Dapat dipahami kesesuaian antara hati dan ucapan. Orang yang memiliki sifat jujur akan mendapat keselamatan. Hal ini juga diungkapkan Asher dan Parker dalam aspek Pertukaran Intim (Intimacy and Affection). Hubungan yang dekat ditandai dengan pengungkapan informasi pribadi dan perasaan, menciptakan rasa saling percaya. Keterbukaan dalam berbagi pengalaman dan perasaan adalah ciri penting dari hubungan yang sehat. Hal ini mencerminkan keakraban yang dianjurkan oleh Al-Zarnuji dalam pemilihan teman.

 

Kejujuran dalam pergaulan sangatlah penting, dan termasuk ke dalam salah satu sifat wajib Rasul. Karena Rasul sendiri telah menunjukkan kejujuran adalah akhlak terpuji dan pangkal dari keseimbangan hidup. Dengan sifat ini, hubungan akan terhindar dari kesalah pahaman yang dapat membawa ke konflik antar personal. Pergaulan yang dilandasi dengan kejujuran akan menciptakan lingkungan yang saling menghormati dan mendukung. Sejalan dengan kejujuran, teman yang baik tidak akan memfitnah seseorang. Karena fitnah merupakan perbuatan keji yang imbasnya sangat berbahaya.

 

Sifat kedua yang disinggung dalam kitab Ta’lim Muta’allim adalah tekun atau tidak malas. Terdapat pada bait ke 22 pasal 3 yang berbunyi;


ﺗﺻﺣـب اﻟﻛﺳﻼن ﻓﻰ ﺣـﺎﻟﺗﮫ # ﻛـم ﺻـﺎﻟــﺢ ﺑﻔـﺳـﺎد آﺧــر ﯾﻔﺳـد

 “Jangan kau temani si pemalas, hindari segala halnya, banyak orang shaleh menjadi kandas, sebab rerusuh sandarannya.”


 

Seorang teman yang baik adalah orang yang memiliki sifat tekun. Selain itu, teman yang baik juga harus memiliki sifat wara’. Wara’ adalah sikap berhati-hati terhadap diri sendiri dari segala sesuatu yang belum jelas, meninggalkan perkara yang belum jelas dan melakukan perkara yang sudah jelas. Teman yang baik harus berhati-hati dan tidak gegabah dalam berbuat sesuatu. Syaikh Al Zarnuji menganjurkan kepada kita untuk menghindari teman yang suka berbuat kerusakan. Jika seorang menjauhi orang suka berbuat kerusakan maka orang tesebut akan terhindar dari kerusakan tersebut.

 

Sifat yang disebutkan ini berkaitan dengan aspek bantuan dan bimbingan (help and guidance) dalam penelitian Asher dan Parker (1993). Teman yang baik pasti berusaha membantu satu sama lain dalam menghadapi tantangan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam tugas yang lebih kompleks, dan hal ini menandakan bahwa seseorang itu tidak malas. Malas merupakan orang yang ingin mendapatkan sesuatu namun ia tidak ingin mendapat kesilitan dalam mendapatkannya.

 

Syeikh Al-Zarnuji melarang kita berteman dengan orang yang banyak bicara namun tidak ada manfaatnya. Karena orang yang banyak bicara itu hanya bisa membuang waktunya. Namun berbeda jika seseorang banyak bicara tentang suatu ilmu. Syaikh Al Zarnuji menganjurkan kepada kita untuk mencari teman yang pandai dalam berilmu, karena orang yang berilmu akan memberikan manfaat kepada kita sedangkan orang yang bodoh akan merugikan kita bahkan dapat menjerumuskan ke hal-hal yang tidak baik, berdasarkan bait ke 23 pasal 3;


ﻋدَوْىَ اﻟْﺑَﻠِﯾْدِ إﻟﻰَ اﻟﺟْﻠَﯾِدِ ﺳرَﯾِﻌَﺔٌ # ﻛﺎَﻟْﺟَﻣْرِ ﯾُوْﺿَﻊُ ﻓﻲِ اﻟرﱠﻣﺎَدِ ﻓَﺗَﺣْﻣُدُ

 “Orang bodoh lebih cepat menularkan kebodohannya pada orang pintar, Seperti bara api yang diletakkan pada abu, ia akan cepat padam.”

 

Sebagai teman yang baik juga harus memiliki kepedulian dan dukungan emosional, di mana masing-masing individu menunjukkan minat terhadap kesejahteraan satu sama lain. Hal ini merupakan aspek dukungan dan kepedulian (Validation and Caring) yang dijelaskan dalam penelitian Asher dan Parker (1993). Dalam kitabnya, Al-Zarnuji juga mengajarkan bahwa teman yang baik adalah mereka yang memiliki nilai dan minat yang sejalan, sehingga dapat saling mendukung dalam proses belajar.


Teman yang baik juga harus mampu mengatasi perbedaan pendapat tanpa merusak hubungan merupakan aspek konflik dan pengkhianatan (Conflict and Betrayal). Seharusnya teman yang baik dapat menyelesaikan konflik secara konstruktif, di mana kedua belah pihak berusaha untuk mencapai pemahaman bersama (Conflict Resolution). Kitab Ta’lim Muta’allim kembali menegaskan teman yang baik adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk memahami masalah dengan cepat. Dan didukung dengan adanya komunikasi yang baik dalam menyelesaikan permasalahan. Komunikasi yang baik juga dapat meningkatkan kebersamaan. Persahabatan harus memiliki waktu Bersama, karena kunci dari kekuatan hubungan adalah adanya kebersamaan.

 

Teman yang baik seharusnya memiliki rasa sayang-menyayangi terkhusus dalam hal menuntut ilmu. Saling menyayangi merupakan salah satu adab dari berteman. Hubungan antar individu bisa disatukan melalui ikatan kasih sayang dengan temannya. Hal ini sesuai dengan syarakh dalam kitab Ta’lim Muta’allim pasal 4;


واَﻟﺗﱠﻣﻠَﱡقُ ﻣَذْﻣُوْمُ إﻻِﱠ ﻓﻲِ طَﻠَبِ اﻟﻌْﻠِمِْ. ﻓﺈَﻧِﱠﮫُ ﯾَﻧْﺑَﻐِﻲْ أَنْ ﯾﺗَﻣَﻠَﱠقَ ﻷﺳُِﺗْﺎَذِهِ وﺷَرُﻛَﺎَﺋِﮫِ ﻟﯾِﺳَﺗْﻔَﯾِدَ ﻣﻧِﮭْمُْ.

”Sayang menyayangi itu di cela terkecuali dalam hal menuntut ilmu, oleh sebab itu seyogyanya bagi para pelajar untuk sayang kepada gurunya serta teman-temannya, untuk mengambil sebuah keuntungan berupa faidah dari mereka.”

 

Pergaulan yang kita miliki sangat dipengaruhi oleh cara kita memilih teman. Jika kita memiliki pergaulan yang baik, maka kita akan terpengaruh dengan sesuatu yang positif. Sebaliknya, jika kita memiliki pergaulan yang buruk (jahat), kita akan cenderung melakukan sesuatu kea rah yang negatif. Seperti yang dijelaskan dalam Kitab Ta’lim Muta’allim bait ke-24 dan ke-25 pasal 3;


ﯾﺎَرﺑَدْ ﺑَدْ ﺗرَﺑْوُدْاَ زﻣَﺎَرﺑِدَ # ﺑﺣِقَﱢ ذاَتَ ﺑﺎَكِ ُﷲ اﻟﺻﱠﻣَدُ

“Kawan yang jahat lebih berbahaya dibandingkan ular berbisa, demi Allah yang maha tinggi lagi maha suci.”


 

ﯾﺎَ رَﺑَدْ أَرَدْ ﺗرُاَ ﺳوُىَ ﺟﺣَﯾِمٍ # ﯾﺎَرﻧَﯾِﻛوُ ﻛِﯾْرَ ﺗﺎَﯾﺎَﺑﻲِ ﻧﻌَﯾِمٍ

“Teman buruk, membawamu ke nekara Jahim, Teman bagus, mengajakmu ke surga Naim.”


 

Dalam berteman seseorang harus memperhatikan perilaku, akhlak dan sifat orang yang akan dijadikan teman. Seseorang harus benar-benar memperhatikan seperti apa teman yang baik untuk dirinya, khususnya teman belajar, karena teman memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan seseorang. Jika seorang memiliki teman yang baik akhlaknya maka membawa mereka ke hal-hal yang baik pula, dan sebaliknya. 


*) Kolom opini.co menerima tulisan opini atau karya sastra untuk umum. Panjang naskah opini maksimal 750 kata.


*) Sertakan: riwayat hidup singkat, nama akun medsos, beserta foto cakep, dan nomor telepon yang bisa dihubungi. Naskah dikirim ke alamat e-mail: soearamedianasional@gmail.com


*)Tulisan opini sepenuhnya tanggung jawab penulis, tidak menjadi tanggung jawab redaksi opini.co


*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang diterima apabila tidak sesuai dengan filosofi opini.co

×
Berita Terbaru Update