![]() |
Afada Salma Imama Mahasantri Ma'had Jamiah Ronggowarsito UIN Raden Mas Said Surakarta. (Dok. Afada Salma) |
Fenomena Hallyu atau Korean Wave menjadi
daya tarik besar bagi generasi muda Indonesia melalui musik K-pop, drama Korea,
dan budaya lainnya. Popularitas budaya Korea ini memberikan pengaruh positif,
seperti meningkatkan kreativitas dan semangat kerja keras, namun juga
menimbulkan tantangan seperti pergeseran budaya lokal dan gaya hidup liberal.
Melihat daya tarik ini, Hallyu dapat dimanfaatkan sebagai medium strategis
untuk menyampaikan nilai-nilai Islam, seperti yang dilakukan oleh Fuad Naim.
Fuad Naim adalah seorang dai muda yang
memanfaatkan pengalamannya sebagai mantan penggemar Korean Wave untuk
menyampaikan dakwah yang relevan dan kreatif. Bergabung dengan Komunitas Yuk
Ngaji sejak 2018, Fuad menggunakan pendekatan halus untuk menjembatani dunia
Islam dengan komunitas penggemar K-wave. Dengan konten bernuansa Korea yang
tetap berlandaskan nilai-nilai Islami, Fuad berhasil menarik perhatian generasi
muda, termasuk yang bukan penggemar budaya Korea. Tagline seperti “Agar yang
suka tahu di mana batasnya” dan “Agar yang benci tahu bagaimana adabnya”
mencerminkan pendekatan dakwahnya yang inklusif.
Fuad Naim juga menggunakan media sosial
seperti Youtube dan Instagram untuk menyampaikan dakwah secara santai dan
relatable. Gaya ceramahnya yang humoris dan menyisipkan pengalaman pribadinya
sebagai mantan K-Popers berhasil menyentuh hati audiens tanpa kesan menggurui.
Dalam program “Ada Apa Dengan Korea” (AADK), Fuad menjangkau lebih dari 30 kota
di Indonesia, membantu remaja Muslim mengenal nilai-nilai Islam tanpa merasa
dihakimi. Strategi ini mendapat respons positif dengan meningkatnya kesadaran
remaja untuk berhijrah dari pengaruh negatif budaya populer Korea.
Program Babopini Season 2 di Youtube yang
dikembangkan Fuad memanfaatkan elemen budaya Korea untuk menyampaikan pesan
agama secara relevan. Dalam setiap episodenya, Fuad mengupas nilai-nilai moral
dan spiritual yang terkandung dalam drama Korea, seperti pentingnya waktu,
perjuangan hidup, dan pengendalian diri. Misalnya, konsep waktu dalam drama
dikaitkan dengan surah Al-Asr, yang menekankan pentingnya memanfaatkan waktu
untuk beriman dan beramal baik. Pendekatan ini menarik perhatian penggemar budaya
Korea sekaligus menjadikan dakwah lebih mudah diterima oleh audiens muda.
Disini, Fuad Naim juga memaparkan bahwa budaya
Korea Selatan membawa sejumlah nilai positif yang selaras dengan ajaran Islam,
seperti etos kerja, semangat pantang menyerah, dan penghormatan terhadap orang
lain. Budaya ini bahkan menginspirasi generasi muda Indonesia untuk
mengembangkan kreativitas, seperti belajar bahasa Korea, membuat karya seni
digital, atau berwirausaha terkait merchandise Hallyu. Namun, tantangan muncul
dari nilai-nilai seperti gaya hidup konsumtif, fanatisme terhadap idola, hingga
normalisasi perilaku yang bertentangan dengan akidah Islam. Fuad memberikan
kritik halus terhadap aspek negatif tersebut sambil mendorong penggemar K-wave
untuk menyaring pengaruh yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama.
Estetika ala Korea menjadi bagian penting
dalam konten Babopini Season 2, seperti penggunaan warna pastel, font unik, dan
musik latar khas Hallyu. Elemen-elemen ini menciptakan pengalaman visual yang
menarik, mempermudah penyampaian pesan kepada generasi muda yang terbiasa
dengan budaya populer Korea. Dengan memanfaatkan estetika ini, Fuad
menyampaikan dakwah secara universal, menjangkau berbagai kalangan masyarakat.
Selain itu, kombinasi visual yang estetis dan cerita inspiratif menambah
kedalaman pesan, membuat audiens lebih mudah terhubung secara emosional.
Disini Ia juga memaparkan beberapa pengalaman
pribadinya sebagai mantan penggemar fanatik Korean Wave dimana hal tersebut memberikan
kekuatan emosional dalam dakwahnya. Ia menunjukkan bahwa minat terhadap budaya
populer dapat berjalan beriringan dengan nilai-nilai Islam. Fuad menginspirasi
audiens melalui cerita hijrahnya, menciptakan konten yang menyentuh hati,
relevan, dan penuh makna. Hal ini membuktikan bahwa dakwah yang kreatif dan
empatik dapat membawa audiens mendekat kepada nilai-nilai agama tanpa
kehilangan esensi keislaman.
Melalui Babopini Season 2, Fuad Naim
menunjukkan bahwa dakwah dapat dikemas secara menghibur namun tetap bermakna.
Ia memadukan nilai-nilai positif budaya Korea dengan ajaran Islam sambil
memberikan kritik terhadap aspek-aspek yang bertentangan. Dalam setiap
episodenya, ia tidak hanya menyampaikan ajaran agama, tetapi juga menggugah
audiens untuk merefleksikan makna hidup mereka. Strategi ini membuktikan bahwa
budaya populer dapat menjadi jembatan efektif untuk menyampaikan pesan agama
secara relevan di era digital.
Pendekatan kreatif Fuad menjadi contoh
keberhasilan dalam menjembatani budaya populer dengan nilai-nilai Islam secara
harmonis, membangun kesadaran spiritual generasi muda tanpa mengesampingkan
minat mereka. Tertama dalam Babopini Season 2 di Youtube, Ia membuktikan bahwa
dakwah yang adaptif terhadap tren dapat tetap relevan dan menyentuh hati
audiens modern, sekaligus memperkuat identitas keislaman di tengah arus
globalisasi.
*) Kolom opini.co menerima tulisan opini atau karya sastra untuk umum. Panjang naskah opini maksimal 750 kata.
*) Sertakan: riwayat hidup singkat, nama akun medsos, beserta foto cakep, dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*)Naskah dikirim ke alamat e-mail soearamedianasional@gmail.com.
*)Tulisan opini sepenuhnya tanggung jawab penulis, tidak menjadi tanggung jawab redaksi opini.co.
*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang diterima apabila tidak sesuai dengan filosofi opini.co.