Rabu 9 Apr 2025

Notification

×
Rabu, 9 Apr 2025

Iklan

Iklan

Perspektif Ibnu Sina dalam Memahami Konsep Kejiwaan

Selasa, 18 Maret 2025 | 14.14 WIB Last Updated 2025-03-18T09:10:52Z

Ataya Fatikha Mahasiswa Psikologi Islam UIN Raden Mas Said Surakarta. (Dok. Ataya)
OPINI.CO, SURAKARTA - 
Jiwa merupakan sesuatu yang bersifat ghoib, sehingga manusia tidak dapat melihatnya secara langsung, namun bisa merasakannya dan keberadaannya bisa diketahui melalui petunjuk dari Tuhan dan bisa dipelajari melalui Al-Qur’an maupun Sunnah. (Kusuma, 2022) Banyak tokoh dan ilmuwan barat melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan jiwa dan tingkah laku dengan berbagai teori. Bahkan masih banyak dari mereka dalam mengkaji jiwa tidak berlandaskan dengan agama dan mereka hanya mampu mengetahui unsur-unsur fisik dan megabaikan unsur-unsur non-fisik (metafisik). Mereka masih beranggapan bahwa jiwa itu bersifat abstrak, sesuatu hal yang ghoib dan sulit untuk diterima. Padahal dalam pandangan dunia Islam, manusia diciptakan dengan tubuh dan jiwa yang keduanya merupakan satu kesatuan yang membentuk tingkah laku/pribadi manusia.

 

Manusia tidak disebut manusia jika tidak memiliki jiwa. Selain sebagai unsur utama yang menggerakkan tubuh manusia, jiwa juga memiliki peran dalam proses berpikir dan memahami realitas yang menghasilkan sebuah pengetahuan. Pengetahuan yang dihasilkan akan membentuk cara pandang seseorang menyikapi kehidupan. Dimensi jiwa dalam Islam lebih tinggi dibandingkan dengan fisik atau tubuh. Walaupun hubungan jiwa dan tubuh saling membutuhkan dan tidak bisa dipisahkan, namun peran jiwa lah yang lebih banyak mempengaruhi tubuh manusia. Dengan demikian, perlunya pemahaman yang lebih dalam tentang keberadaan jiwa dan hubungannya dengan tubuh, khususnya dalam khazanah Islam. Ibnu Sina adalah salah satu tokoh Islam yang terkenal yang membahas mengenai kejiwaan atau psikologi Islam (ilmu jiwa). Ia telah banyak menguraikan secara rinci hubungan jiwa dengan tubuh serta kekekalan jiwa setelah terpisahnya dengan tubuh. (Arroisi & Dai, 2020)

 

Definisi Jiwa Menurut Ibnu Sina


Ibnu Sina adalah salah satu tokoh dalam sejarah ilmu pengetahuan dan salah satu tokoh yang terpandang dalam filsafat Islam. Ia juga dianggap sebagai salah satu tokoh psikologi Islam. Dalam mendefinisikan makna jiwa, Ibnu Sina memiliki pendekatan yang menyeluruh. Menurut perspektif Ibnu Sina, jiwa merupakan bagian dari psikologi yang bertanggung jawab untuk menjalankan fungsi-fungsi mental dan emosional. Hal tersebut berhubungan dengan pikiran, emosi, dan keinginan yang ada dalam diri manusia.

 

Selain itu, jiwa juga memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan berbagai fungsi tubuh, menangkap rangsangan dari dunia luar, dan memahami dunia melalui pemikiran yang logis/rasional. Dengan kata lain, jiwa menjadi sumber dari semua perasaan, pikiran, dan tindakan atau tingkah laku manusia. (Afrizal, 2022) Ibnu Sina juga berpendapat bahwa tidak semua jiwa menjadi karakteristik dari tubuh, karena jiwa yang bersifat rasional terpisah dari tubuh dan wujudnya tidak selalu tertanam dalam tubuh. Ia juga berpendapat bahwa jiwa itu bersifat kekal ketika tubuh mengalami kematian atau akan ada setelah tubuh itu lenyap. Jiwa akan tetap ada, jiwa bersifat kekal karena kehendak Tuhan yang kuasa meskipun tubuh sudah mati dan hancur. (Kusuma, 2022)

 

Ibnu Sina mengatakan bahwa jiwa sama dengan ruh. Menurutnya, jiwa adalah kesempurnaan awal, karena dengan adanya jiwa tersebut, tubuh menjadi sempurna sehingga menjadi manusia yang nyata. Maka jiwa dan tubuh adalah dua entitas yang berbeda yang saling membutuhkan. Jiwa merupakan bagian ruh yang menyebar ke tubuh dan menghidupkannya lalu menjadikannya sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan dan ilmu. Oleh karena itu, dengan menggunakan keduanya ia bisa menyempurnakan dirinya dan mengenal Tuhan. Menurut Ibnu Sina, jiwa atau ruh merupakan aspek yang memberikan kemampuan untuk merasakan, berpikir, dan bertindak pada tingkah laku manusia. (Reza, n.d., 2014)

 

Pembagian Jiwa Menurut Ibnu Sina

 

Dalam bukunya yang berjudul An-Najah (keselamatan), Ibnu Sina membagi dan menjelaskan daya-daya jiwa menjadi tiga bagian, yaitu jiwa nabati (tumbuh-tumbuhan), jiwa hewani (hewan), dan jiwa insani (insan/manusia) yang ketiganya saling mengikuti satu sama lain. 

 

1.    Jiwa nabati atau jiwa tumbuh-tumbuhan merupakan jiwa yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan dan berhubungan dengan kemampuan untuk tumbuh dan berkembang. Ibnu Sina mendefinisikan jiwa ini sebagai kesempurnaan awal bagi tubuh yang bersifat alamiah dan memiliki kemampuan untuk menjaga tubuh dan mengatur proses-proses yang ada dalam tubuh.

 

2.     Jiwa hewani atau jiwa hewan mencakup semua daya yang ada pada hewan dan manusia, sedangkan pada tumbuh-tumbuhan tidak ada sama sekali. Menurut Ibnu Sina, jiwa hewani adalah jiwa yang memiliki kemampuan untuk menjaga tubuh dan mengatur proses-proses yang ada di dalamnya, serta memiliki kemampun untuk merasakan dan bereaksi terhadap lingkungan sekitarnya.

 

 

3.     Jiwa insani atau jiwa manusia berkaitan dengan kemampuan untuk berpikir dan bersikap logis atau rasional serta menggunakan akal. Ibnu Sina berpendapat bahwa jiwa ini adalah jiwa yang paling kompleks dari semua jiwa yang ada dan mampu menerima dan memahami kebenaran.



*)Kolom opini.co menerima tulisan opini atau karya sastra untuk umum. Panjang naskah opini maksimal 750 kata.


*)Sertakan riwayat hidup singkat, nama akun medsos, beserta foto cakep, dan no

telepon yang bisa dihubungi.


*)Naskah dikirim ke alamat e-mail soearamedianasional@gmail.com.


*)Tulisan opini sepenuhnya tanggung jawab penulis, tidak menjadi tanggung jawab redaksi opini.co.


*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang diterima apabila tidak sesuai dengan filosofi opini.co.

 

×
Berita Terbaru Update